REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Anggota DPR RI Komisi VI Rieke Diah Pitaloka menegaskan, pelaksanaan efisiensi anggaran bukanlah hal yang sederhana. Menurutnya, langkah ini tidak hanya menjadi perhatian Komisi VI DPR, tetapi juga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap Presiden Republik Indonesia serta berbagai kementerian dan lembaga.
"Efisiensi ini terjadi di beberapa kementerian dan lembaga, tetapi seolah-olah membuat orang kehilangan pekerjaan. Oleh karena itu, mohon nanti ada kesempatan besok untuk membahas hal ini lebih lanjut," ujar Rieke dalam Rapat Kerja Membahas Efisiensi Anggaran pada Kamis (13/2/2025) kemarin.
Rieke menekankan, efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah harus memperhitungkan nasib pegawai yang terdampak. Ia menegaskan beberapa kelompok pekerja, seperti Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), tenaga honorer, dan petugas kebersihan (cleaning service), harus tetap diperhatikan.
"Ini di luar P3K, ini di luar honorer, ini di luar cleaning service, Pak. Itu adalah pegawai, meskipun dalam postur belanja barang dan jasa di Kementerian Koperasi. Tapi mereka itu orang, bukan barang," tegasnya.
Ia pun meminta Kementerian Keuangan untuk segera menyusun skema yang lebih jelas terkait alokasi anggaran bagi pegawai di kementerian dan lembaga. Rieke menilai, reformasi birokrasi dan efisiensi sumber daya manusia seharusnya tidak mengarah pada ketidakpastian bagi para pekerja.
"Menurut kami, Ibu Pimpinan, setelah ini sampai pada politik anggaran yang progresif, kemudian muncul berbagai imajinasi dan skenario yang membuat seolah-olah situasi ini kacau balau. Padahal, sebetulnya tidak demikian," lanjutnya.
Rieke menegaskan, kebijakan efisiensi anggaran memiliki dasar hukum yang jelas, yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. Ia berharap kebijakan ini dapat dijalankan dengan tetap mempertimbangkan dampaknya terhadap tenaga kerja di berbagai sektor.