REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan hakim agung, Gayus Lumbuun, sepakat jika Kejaksaan diberikan kewenangan untuk menangani perkara sendiri. Kejaksaan telah terbukti bisa menangani perkara sendiri dengan baik di sejum;ah kasus.
Hai ini disampaikan Gayus menanggapi pembahasan revisi UU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang mewacanakan penambahan kewenangan kejaksaan dalam menangani perkara pidana umum. “Saya sepakat menangani perkara sendiri jika menemukan atau menangkap sebuah perkara pidana. Hal ini karena akan lebih efisien jika kejaksaan menangani perkara sendiri,” kata Gayus, Kamis (19/2/2025).
Dalam praktiknya, jaksa di negara hukum dikenal sebagaii dominus litis. Selain sebagai pengendali perkara, jaksa merupakan pihak yang menilai kelayakan sebuah perkara dilanjutkan ke pengadilan atau dikenal dengan istilah P21. “Jadi setelah perkara ditangani penyidik Polri, kemudian dikirim ke jaksa penuntut umum (JPU),” kata Gayus yang juga mantan anggota DPR RI ini.
Sebelum melakukan penyidikan, penyidik Polri mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Ini berguna untuk alat kontrol. Jika penyidik Polri lama dalam penyidikan perkara maka kejaksaan akan menegur. Sehingga berfungsi sebagai kontrol terhadap penyidikan yang dilakukan Polri.
“Jika terlalu lama maka jaksa juga bisa melakukan praperadilan. Walaupun belum pernah terjadi, tapi ketentuan ini diatur di KUHAP, bahwa antara jaksa dan penyidik Polri bisa saling menggugat,” papar Gayus.
Dari proses-proses tersebut, Gayus melihat penanganan perkara yang bolak-balik dari Polri-Kejaksaan, tidak efektif. Karena itulah Gayus setuju jika Kejaksaan menangani sendiri.
Diakui Gayus, jika jaksa menangani sendiri perkara pidana yang ditemukan memang lemah di persoalan transparani dan akuntabilitas penangan perkara. Walaupun sebenarnya mekanisme kontrol terhadap jaksa penyidik bisa dilakukan oleh Jaksa Muda Pengawasan (Jamwas).
Karena itu, lanjutnya, kewenangan menangani perkara sendiri oleh Kejaksaan, harus diikuti dengan pemberdayaan dan peningkatan peran Jamwas. Sehingga penanganan perkara yang dilakukan jaksa penyidik bisa transparan dan akuntabel.
“Tapi kalau dari sisi efisiensi jelas akan lebih efiensi jaksa menangani sendiri. Satu perkara tidak perlu bolak-balik dari kepolisian ke jaksa berkali-kali. Ini pandangan saya,” kata dia.
Selain lebih efektif dalam penanganan, menurut Gayus, jika jaksa menangani sendiri perkara pidana yang ditemukan maka akan memperingan biaya. “Biaya proses perkara untuk sampai ke pengadilan akan lebih ringan,” ungkapnya.
Gayus menyinggung tentang telah terbuktinya kesuksesan jika sebuah perkara ditangani sendiri oleh kejaksaan. Salah satu contohnya adalah perkara pembunuhan yang dilakukan Ronald Tannur di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Jika jaksa bisa menangani sendiri sebuah perkara bagaimana dengan Polri? Gayus mengatakan, tugas Polri selain menangani pidana umum (pidum) juga masih sangat banyak. “Kewenangan Polri masih sangat banyak selain menangani pidum,” ungkap Gayus.