Selasa 20 May 2025 14:49 WIB

Muhammadiyah dan Peradaban Baru Kecerdasan Buatan

Menjemput peran etis di tengah revolusi teknologi

Kecerdasan buatan (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Kecerdasan buatan (ilustrasi)

Oleh : Luqman Hakim, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta

REPUBLIKA, JAKARTA -- Di tengah akselerasi revolusi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), umat manusia kini berada pada titik krusial peradaban baru era dimana algoritma, big data, dan sistem cerdas tidak hanya mewarnai tapi mulai mendeterminasi arah kehidupan sosial, ekonomi, hingga spiritual. Fenomena ini bukan sekadar disrupsi teknologi, melainkan transformasi fundamental yang mengharuskan setiap entitas sosial untuk merespons secara strategis dan visioner. 

Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan jejaring amal usaha yang masif, dihadapkan pada momentum historis: apakah akan sekadar menjadi penonton atau justru tampil sebagai penentu arah peradaban dengan nilai-nilai etis dan keadaban yang menjadi jati dirinya selama lebih dari satu abad.

Respons Muhammadiyah: Terjebak Paradigma Normatif?

Sebagai gerakan Islam modernis yang berpijak pada prinsip tajdid (pembaharuan), Muhammadiyah memiliki DNA progresif yang seharusnya adaptif terhadap perkembangan zaman. Namun dalam menghadapi gelombang disrupsi AI, indikasi yang terlihat menunjukkan bahwa persyarikatan ini masih terjebak dalam respons yang cenderung normatif dan sektoral.

Sejauh ini belum terlihat adanya peta jalan komprehensif dan terkoordinasi dalam menghadapi realitas digital baru ini padahal AI telah secara nyata mengubah seluruh lanskap kehidupan, mulai dari sistem pembelajaran, model kerja, pola pelayanan kesehatan, hingga metodologi dakwah kontemporer.

Pendidikan dan Kesehatan: Dua Pilar yang Membutuhkan Transformasi Digital

Pendidikan telah menjadi identitas utama dan jantung peradaban Muhammadiyah sejak berdirinya. Dengan lebih dari 2.600 sekolah dasar, 1.800 sekolah menengah pertama, 1.200 sekolah menengah atas/kejuruan, serta 167 perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia, Muhammadiyah merupakan penyelenggara pendidikan swasta terbesar di Indonesia. Jaringan pendidikan yang masif ini tidak hanya menjangkau kota-kota besar, tetapi juga hadir di daerah terpencil dan tertinggal, menjadikan Muhammadiyah sebagai pilar penting pembangunan sumber daya manusia bangsa Indonesia. Dengan infrastruktur pendidikan yang demikian besar, persyarikatan ini memiliki potensi luar biasa untuk menjadi pionir integrasi AI dalam sistem pendidikan nasional. Namun faktanya, metode pembelajaran di mayoritas lembaga pendidikan Muhammadiyah masih konvensional dan minim adopsi teknologi cerdas.

Muhammadiyah: Kontributor Strategis Pembangunan Nasional

Dengan total aset pendidikan dan kesehatan yang demikian besar, Muhammadiyah secara faktual telah menjadi mitra strategis pemerintah dalam pembangunan nasional. Sekitar 15% kebutuhan pendidikan nasional dan 10% kebutuhan pelayanan kesehatan di Indonesia dipenuhi oleh jaringan amal usaha Muhammadiyah. Selain itu, jaringan ini juga menyerap lebih dari 200.000 tenaga kerja profesional, menjadikannya kontributor signifikan dalam penyediaan lapangan kerja di sektor pendidikan dan kesehatan.

Magnitud pengaruh Muhammadiyah dalam pembangunan bangsa ini semakin menegaskan urgensi transformasi digital di tubuh persyarikatan. Jika Muhammadiyah berhasil mengintegrasikan AI secara optimal dalam sistem pendidikan dan kesehatannya, dampak positifnya akan terasa secara nasional tidak hanya bagi internal Muhammadiyah, tetapi juga bagi seluruh ekosistem pendidikan dan kesehatan Indonesia. Keberhasilan ini akan menempatkan Indonesia pada posisi yang lebih kompetitif dalam menghadapi era disrupsi digital global.

Sementara itu di bidang Kesehatan tulang punggung kedua Muhammadiyah situasinya tak jauh berbeda. Dengan jaringan lebih dari 120 rumah sakit, 71 rumah sakit bersalin, 205 balai pengobatan/klinik pratama, dan 82 poliklinik yang tersebar di 33 provinsi, Muhammadiyah telah menjadi salah satu pemain utama dalam penyediaan layanan kesehatan nasional. Sekitar 20 juta pasien dilayani oleh fasilitas kesehatan Muhammadiyah setiap tahunnya, menjadikannya kontributor vital dalam sistem kesehatan Indonesia. Lebih dari sekadar penyedia layanan, Muhammadiyah juga berperan penting dalam mengatasi kesenjangan akses kesehatan dengan hadirnya berbagai fasilitas kesehatan di daerah yang kurang terlayani pemerintah. Dengan infrastruktur kesehatan yang begitu luas, Muhammadiyah adalah salah satu penyedia layanan kesehatan terbesar berbasis nilai-nilai keislaman di tanah air. Kehadiran AI dalam dunia medis telah terbukti mampu merevolusi layanan kesehatan melalui diagnosis prediktif, radiologi cerdas, analisis genomik, hingga pengurangan beban administratif tenaga medis.

Pertanyaan kritisnya: sejauh mana rumah sakit dan fasilitas kesehatan Muhammadiyah telah mengintegrasikan AI dalam sistem pelayanannya? Apakah sudah ada implementasi teknologi cerdas untuk radiologi, sistem antrian berbasis prediksi, chatbot konsultasi pasien, atau bahkan telemedicine yang didukung kecerdasan buatan?

Di era dimana platform global seperti Coursera dan EdX telah mengimplementasikan personalized learning berbasis AI, adaptive assessment, hingga intelligent tutoring system, institusi pendidikan Muhammadiyah justru masih berkutat dengan model pembelajaran yang belum optimal memanfaatkan potensi teknologi.

Urgensi Ijtihad Etis dan Fikih Digital

AI tidak hanya membawa kemajuan teknologi, tetapi juga menghadirkan dilema-dilema etis yang kompleks dan multidimensi. Dari masalah deepfake yang berpotensi manipulatif, algoritma yang bias dan diskriminatif, pelanggaran privasi data, hingga penggunaan AI untuk kepentingan militer dan persenjataan otonom—semua membutuhkan panduan moral yang kokoh.

Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, yang selama ini dikenal progresif dalam merespons isu-isu kontemporer, memiliki tanggung jawab untuk menyusun panduan etik dan fikih digital yang komprehensif. Bukan sekadar menjawab pertanyaan normatif tentang status hukum AI dalam perspektif Islam, tetapi lebih jauh lagi: bagaimana membentuk ekosistem AI yang adil, transparan, inklusif, dan berorientasi pada kemaslahatan umat.

Riset dan Dakwah Digital yang Visioner

Muhammadiyah perlu segera membangun pusat riset AI yang terkonsolidasi, yang tidak hanya fokus pada inovasi teknologi, tetapi juga mengembangkan paradigma AI yang humanis dan selaras dengan nilai-nilai Islam progresif. Ini adalah bentuk ijtihad ilmiah yang menyatukan wahyu dan ilmu pengetahuan dalam konteks digital.

Aspek dakwah juga mengalami transformasi signifikan di era AI. Ketika platform seperti TikTok, Instagram dan chatbot menjadi medium interaksi dominan, pendekatan dakwah konvensional perlu direvitalisasi. Bayangkan jika Muhammadiyah memiliki asisten virtual dakwah berbasis AI yang dapat menjawab pertanyaan keagamaan secara interaktif, akurat dan terpercaya, atau sistem analitik berbasis big data yang mampu mengidentifikasi tren dan kebutuhan spiritual masyarakat urban kontemporer.

Menjemput Peran Etis dan Peradaban Berkemajuan

Tidak ada lagi ruang untuk menunda. Peradaban AI bukan sekadar revolusi teknologi, melainkan transformasi peradaban yang menyentuh seluruh aspek kemanusiaan. Muhammadiyah, dengan warisan historis sebagai gerakan Islam berkemajuan yang mempromosikan nilai-nilai rahmatan lil 'alamin, memiliki tanggung jawab untuk menjadi navigator etis di tengah gelombang disrupsi digital.

Alih-alih menjadi objek pasif yang terdampak oleh dinamika AI, Muhammadiyah harus mengambil posisi sebagai subjek aktif menjadi kompas etis yang mengarahkan perkembangan teknologi agar tetap berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan keberlanjutan.

Karena sejatinya, peradaban cerdas tidak akan pernah cukup hanya dengan kecerdasan artifisial; ia membutuhkan fondasi keadaban yang autentik dan humanis—sesuatu yang telah menjadi core values Muhammadiyah sejak didirikan oleh KH Ahmad Dahlan lebih dari seabad lalu.

Artikel opini ini ditulis oleh Luqman Hakim, yang saat ini sebagai dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta. Pandangan yang disampaikan merupakan perspektif pribadi penulis dan tidak selalu mencerminkan sikap resmi organisasi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement