Rabu 21 May 2025 18:43 WIB

Bahlil Akui Lakukan Langkah tak Lazim demi Kejar Target Lifting Migas

Perubahan regulasi hingga eksplorasi agresif jadi strategi capai kemandirian energi.

Rep: Frederikus Dominggus Bata / Red: Gita Amanda
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengaku melakukan langkah-langkah di luar kelaziman demi mengejar target yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto. (ilustrasi)
Foto: Istimewa
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengaku melakukan langkah-langkah di luar kelaziman demi mengejar target yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengaku melakukan langkah-langkah di luar kelaziman demi mengejar target yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto. Salah satu target utama tersebut adalah peningkatan produksi minyak dan gas bumi (lifting migas).

Target ini, menurutnya, tidak bisa ditawar, mengingat produksi dalam negeri saat ini belum mencukupi separuh dari kebutuhan nasional. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, Indonesia masih bergantung pada impor.

Baca Juga

“Bapak Presiden, dalam rangka mewujudkan apa yang Bapak perintahkan, maka kami dari Kementerian ESDM terpaksa melakukan hal-hal di luar kelaziman,” ujar Bahlil dalam acara Konvensi dan Pameran Tahunan ke-49 Indonesian Petroleum Association (IPA) di ICE BSD, Tangerang, Rabu (21/5/2025).

Menurutnya, jika terus menggunakan pendekatan yang sama, maka hasilnya tidak akan berubah signifikan. Oleh karena itu, inovasi diperlukan. Selama tidak melanggar aturan, berbagai metode baru akan dicoba.

“Kalau pakai hal-hal yang lazim, rasanya lifting kita akan seperti itu-itu saja,” ungkapnya.

Ia menjelaskan bahwa pada 2024, lifting minyak Indonesia hanya sekitar 580 ribu barel per hari (bph), sementara konsumsi nasional mencapai 1,6 juta bph. Kondisi ini membuat negara harus mengeluarkan puluhan miliar dolar AS setiap tahun untuk impor.

Inilah sebabnya mengapa transformasi mutlak diperlukan. Presiden Prabowo juga telah menegaskan pentingnya menuju kemandirian energi nasional.

“Maka apa yang dilakukan? Pertama, kita lakukan perubahan regulasi besar-besaran, percepatan. Kita tidak lagi persoalkan antara gross split atau cost recovery, karena IRR-nya rata-rata sudah ekonomis, minimal 13 persen, maksimal 17 persen, di tengah 15 persen,” terang Bahlil.

Dengan demikian, ia menilai tidak perlu lagi ada perdebatan terkait standar keekonomian proyek migas. Selanjutnya, para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang telah mendapat hak pengelolaan blok migas diminta segera melaksanakan eksplorasi. Jika dalam lima tahun tidak ada aktivitas, maka negara berhak mengambil alih dan menyerahkan pengelolaan kepada KKKS lain yang lebih siap.

Bahlil menegaskan bahwa tidak menjadi persoalan apakah pengelolanya BUMN atau swasta, selama semua pihak mematuhi aturan yang ada.

Dalam kesempatan yang sama, Bahlil juga mengapresiasi sejumlah KKKS yang menunjukkan komitmen percepatan produksi. Beberapa di antaranya, seperti ExxonMobil dan ENI, disebut akan mulai produksi pada pertengahan tahun ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement