Rabu 28 May 2025 16:13 WIB

Apa Hukum Menunaikan Ibadah Haji di Luar Prosedur Resmi?

Jamaah non-kuota biasanya tidak perlu antre karena menyerobot hak-hak jamaah haji resmi.

Red: Partner
.
Foto: network /
.

Jamaah calon<a href= haji Indonesia melakukan Tawaf sebagai rangkaian umrah wajib di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, Sabtu (10/5/2025). Foto: Teguh Firmansyah/Republika" />
Jamaah calon haji Indonesia melakukan Tawaf sebagai rangkaian umrah wajib di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, Sabtu (10/5/2025). Foto: Teguh Firmansyah/Republika

MAGENTA -- Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib ditunaikan oleh setiap orang Muslim yang telah memenuhi syarat berdasar syariat. Salah satu persyaratannya adalah kemampuan secara materi maupun fisik.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 97, yang artinya: "... Dan di antara kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana..."

Menurut buku 3 Fiqih Kontemporer Kupas 111 Isu Terbaru dalam Hukum Islam oleh Prof. K.H. Ahmad Zahro, ibadah haji hanya wajib dikerjakan sekali seumur hidup, meskipun ada orang yang punya kemampuan berhaji setiap tahun.

Meski demikian, para fuqaha berbeda pendapat tentang makna istitha'ah (kemampuan). Menurut fuqaha Hanafiyah dan Malikiyah, kemampuan itu mencakup tiga unsur, yakni kekuatan badan/fisik, kemampuan harta, dan keamanan di perjalanan dan di Tanah Suci.

BACA JUGA: Menunggang Kuda dari Spanyol ke Makkah, Tiga Sahabat Ini Tunaikan Haji Bersejarah

Sedangkan menurut fuqaha Syafi'iyah, kemampuan itu mengandung tujuh komponen, yaitu kekuatan fisik, kemampuan harta, tersedia alat transportasi, dan tersedianya kebutuhan pokok yang akan dikonsumsi di Tanah Suci.

Kemudian, aman di perjalanan dan di Tanah Suci, bagi perempuan harus ada pendamping suami atau mahram, dan semua kemampuan itu harus diperhitungkan sejak bulan Syawal sampai berakhirnya rangkaian ibadah haji.

Sedangkan para fuqaha Hanabilah (pengikut mazhab Hanbali) tidak memberikan penafsiran luas terhadap pengertian kemampuan tersebut, karena mereka merasa cukup dengan sabda Nabi Muhammad ketika ditanya tentang pengertian kemampuan untuk melaksanakan ibadah haji: "Kelebihan harta dan keamanan perjalanan" (HR. at-Turmudzi dari Ibnu Umar).

Masalahnya, saat ini banyak yang menunaikan ibadah haji di luar prosedur resmi. Banyak yang menempuh jalan pintas, seperti menunaikan ibadah haji non-kuota, "membeli" porsi haji, memakai visa ziarah, visa kerja, dan sebagainya.

BACA JUGA: Nggak Ribet, Jamaah Haji Bisa Aktifkan Kartu eSIM Secara Digital Saat Tiba di Saudi


Karena mereka berada di luar kontrol pemerintah, maka keberadaan mereka di Tanah Suci membuat resah jamaah haji resmi. Jamaah non-kuota biasanya tidak perlu antre lama. Tidak jarang mereka menyerobot hak-hak jamaah haji resmi, baik yang terkait dengan konsumsi, pemondokan dan penggunaan fasilitas lainnya.

Bayangkan jika memakai prosedur resmi, calon jamaah haji yang sudah mendaftar harus menunggu puluhan tahun untuk bisa berangkat ke Tanah Suci. Oleh karena itu, dapat ditegaskan menunaikan ibadah haji non-kuota hukumnya haram.

Sebab, berpotensi menimbulkan mudarat/bahaya, baik terhadap diri sendiri, maupun orang lain, serta melanggar ketentuan pemerintah Republik Indonesia dan Arab Saudi. Banyak sekali ayat dan hadits yang dapat mendasarinya.

Antara lain, firman Allah SWT (yang maknanya): Hai orang-orang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul, dan pemerintah kalian ... (an-Nisa': 59), dan firman-Nya: dan janganlah kalian perosokkan diri dalam bahaya. Berbuat baiklah, karena sungguh Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik (al-Baqarah: 195).

BACA JUGA: Orang Betawi Pergi Haji, Tetangga Ikut Sibuk dari Berangkat Sampai Pulang

Juga sabda Nabi SAW: "La dharara wala dhirara" (HR Ahmad dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas r.a., tidak boleh berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri atau orang lain). Dan dalam kaidah ushul fiqih dinyatakan adh-Dhararu yuzalu (semua bentuk bahaya itu harus dihilangkan).

Kemudian, soal sah tidaknya ibadah haji non-kuota tersebut, asal prosesi ibadahnya dilaksanakan sesuai tuntunan, memenuhi wajib dan rukunnya, maka secara fiqih hajinya sah.

Jadi, menunaikan ibadah haji non-kuota itu sama sekali tidak terkait dengan sah atau tidaknya ibadah haji, melainkan semata-mata terkait dengan status dan prosedur keberangkatannya yang menyalahi aturan tersebut.

Tetapi perlu diperhatikan Islam tidak menganjurkan umatnya berperilaku takalluf (ngoyo, memberatkan diri sendiri) dalam melaksanakan ajarannya.

Allah SWT berfirman: La yukalli- fullâhu nafsan illâ wusaha..., Allah SWT tidak membebani hamba-Nya di luar batas kemampuannya (al-Baqarah: 286). Apalagi jika demi melaksanakan ajaran tersebut dengan melanggar aturan dan menimbulkan gangguan, maka jelas amat terlarang. Wallahu a'lam.

BACA JUGA: Kisah Persahabatan Snouck Hurgronje dengan Haji Hasan Mustapa, dari Utang Nyawa hingga

Editor: Emhade Dahlan.

sumber : https://magentatoday.id/posts/528060/apa-hukum-menunaikan-ibadah-haji-di-luar-prosedur-resmi-
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement