Ahad 15 Jun 2025 15:19 WIB

Era Baru: 25 Tahun Mendatang, Haji tak Lagi di Musim Panas

Transisi haji ke musim semi dan dingin dinilai berdampak positif pada kesehatan dan logistik.

Red: Partner
.
Foto: network /
.

Tentara Arab Saudi menyiramkan air ke jamaah haji untuk mendinginkan dan menghindarkan mereka dari sengatan panas (heatstroke) di Jembatan Jamarat dekat Makkah, Arab Saudi, 30 Juni 2023. Foto: EPA-EFE/ASHRAF AMRA
Tentara Arab Saudi menyiramkan air ke jamaah haji untuk mendinginkan dan menghindarkan mereka dari sengatan panas (heatstroke) di Jembatan Jamarat dekat Makkah, Arab Saudi, 30 Juni 2023. Foto: EPA-EFE/ASHRAF AMRA

MAGENTA -- Ibadah haji tahun ini akan dikenang bukan hanya karena makna spiritualnya, tetapi juga sebagai titik balik iklim.

Menurut Pusat Meteorologi Nasional, musim haji 1446 Hijriyah/2025 Masehi secara resmi menandai berakhirnya ibadah haji yang bertepatan dengan puncak musim panas, sebuah pola yang tidak akan kembali selama 25 tahun mendatang.

Selama dua dekade berikutnya, kalender lunar Islam akan membawa ibadah haji secara bertahap ke musim yang lebih dingin.Ibadah haji delapan tahun mendatang akan berlangsung di musim semi.

Ini kemudian diikuti oleh delapan kali ibadah haji lainnya di musim dingin. Setelah itu, musim haji akan jatuh di musim gugur, lalu secara bertahap menghangat kembali hingga ibadah haji kembali memasuki siklus musim panas sekitar tahun 2050.

Pergeseran ini merupakan bagian dari siklus lunar alami yang menyebabkan kalender Islam bergeser mundur sekitar 10 hingga 11 hari setiap tahun Gregorian.


Bagi otoritas Saudi, pakar iklim, dan jamaah, perubahan tersebut memberikan kelegaan dari salah satu aspek yang paling menantang dalam pelaksanaan ibadah haji: menanggung suhu gurun yang terik.

Selama beberapa dekade, upaya Kerajaan untuk meningkatkan infrastruktur dan memperluas layanan selama haji sering kali harus menghadapi beban panas ekstrem. Dari penyediaan kipas angin kabut dingin dan jalan setapak yang teduh hingga penggunaan tim darurat yang terlatih menghadapi sengatan panas.

Tantangan menjaga keselamatan jutaan jamaah haji selama puncak musim panas menjadi inti perencanaan.

“Ini menandai momen penting. Haji musim panas selalu membawa risiko tambahan, yakni dehidrasi, kelelahan karena panas, dan tekanan logistik. Beralih ke musim semi dan musim dingin berarti paparan panas yang berkurang secara signifikan bagi jamaah dan akan berdampak pada kesehatan dan operasional,” kata ahli geografi dan peneliti iklim berbasis di Riyadh Hamza Al-Dosari, dilansir di Arab News, Rabu (11/6/2025).

Al-Dosari mengatakan tahun-tahun mendatang akan menjadi kesempatan langka untuk memikirkan kembali pengelolaan pengalaman haji.

“Kita akan melihat ibadah haji berlangsung dalam suhu yang sering kali 10 hingga 15 derajat lebih rendah dibandingkan beberapa tahun terakhir. Ini mengubah segalanya, mulai dari beban energi pada sistem pendingin hingga kecepatan respons tim tanggap darurat. Ini juga membuat ziarah lebih dapat diakses oleh lansia dan mereka yang memiliki kondisi kronis,” katanya.


Ia juga mencatat perubahan ini tidak menghilangkan kebutuhan akan persiapan lingkungan yang berkelanjutan. Musim semi dan musim dingin membawa pola cuaca sendiri — hujan, angin, dan cuaca dingin sesekali. Perencanaan tidak menjadi lebih mudah; hanya berubah. Namun, ini akan menjadi penyesuaian yang disambut baik oleh banyak pihak.

Bagi jamaah haji, seperti Sarah Al-Abdulmohsen, yang menunaikan haji tahun ini, kabar bahwa musim mendatang akan lebih sejuk datang dengan emosi campur aduk.

“Saya sangat bersyukur bisa berangkat tahun ini, tetapi panasnya benar-benar luar biasa. Saat di Mina, saya melihat suhu di ponsel mencapai 47 derajat Celsius. Anda berusaha fokus dalam sholat, tetapi tubuh meminta tempat teduh dan air,” ujar warga Saudi berusia 32 tahun dari Dhahran itu.

Al-Abdulmohsen sangat gembira mendengar calon jamaah haji akan melaksanakan ibadah dalam cuaca lebih bersahabat. “Ini kabar baik. Akan sangat berarti bagi para lansia dan keluarga yang khawatir tentang dampak cuaca panas terhadap orang tercinta,” katanya.

Ia menambahkan, kondisi ekstrem tersebut hanya memperkuat kekagumannya terhadap logistik ziarah. “Meskipun panas menyengat, saya melihat para relawan tetap membantu: membagikan air, menyemprotkan kabut dingin. Namun, musim yang lebih dingin jelas membuat haji lebih nyaman, bahkan secara emosional. Anda akan lebih jernih berpikir dan lebih hadir dalam sholat,” katanya.

Kementerian Haji dan Umrah serta Otoritas Umum untuk Perawatan Dua Masjid Suci belum merilis pernyataan publik mengenai dampak perubahan musim ini terhadap perencanaan mendatang, tetapi prospeknya menjanjikan.


“Ini bisa menjadi periode bersejarah untuk memikirkan kembali layanan haji,” ujar Al-Dosari. “Transportasi, distribusi makanan, konsumsi energi, semuanya akan lebih baik dalam cuaca sedang. Bahkan keterlibatan spiritual dapat meningkat, karena jamaah tidak harus bertarung dengan keterbatasan fisik demi menyelesaikan ritual.”

Dengan suhu yang diperkirakan berada di kisaran 20-an hingga 30-an derajat Celsius pada musim mendatang, para perencana juga dapat memperluas pemanfaatan ruang terbuka dan mengurangi ketergantungan pada sistem pendingin boros energi. Hal ini sejalan dengan tujuan keberlanjutan Arab Saudi dalam kerangka Visi 2030.

Meski banyak pihak menyambut perubahan tersebut, sebagian jamaah berpengalaman mungkin merasa nostalgia. Haji musim panas telah menjadi norma bagi mayoritas warga Saudi di bawah usia 40 tahun, dengan ritme, harapan, dan tantangan tersendiri.

Perjuangan melawan panas telah lama menjadi bagian dari narasi perjalanan, ujian keimanan, dan ketahanan. Namun bagi banyak orang, khususnya yang menunda haji karena alasan kesehatan, perubahan ini membuka pintu.

Dengan suhu yang lebih bersahabat, tahun-tahun mendatang bisa menghadirkan peningkatan jumlah jamaah yang sebelumnya tidak mampu melaksanakan ritual karena usia atau kondisi medis.

Sumber: Arab News

sumber : https://magentatoday.id/posts/685467/era-baru-25-tahun-mendatang-haji-tak-lagi-di-musim-panas
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.

(QS. Ali 'Imran ayat 159)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement