Ahad 15 Jun 2025 21:45 WIB

KSPI Nilai BSU Hanya Sementara, Desak PTKP Naik hingga Rp 10 Juta

PTKP yang lebih tinggi dianggap bisa jaga daya beli buruh secara berkelanjutan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Gita Amanda
KSPI menilai pemberian BSU untuk kalangan buruh hanya bersifat sementara. (ilustrasi)
Foto: EPA-EFE/ADI WEDA
KSPI menilai pemberian BSU untuk kalangan buruh hanya bersifat sementara. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah mengapresiasi pemberian Bantuan Subsidi Upah (BSU) oleh pemerintah untuk kalangan buruh. Namun, ia menilai BSU yang bertujuan meningkatkan daya beli buruh hanya bersifat sementara.

“Kebijakan bantuan subsidi upah hanya berlaku untuk dua bulan demi mengejar angka pertumbuhan ekonomi. Namun, secara kualitas purchasing power atau daya beli masyarakat tidak akan terukur. Bagaimana setelah dua bulan nanti? Pasti daya beli akan turun lagi,” kata Aulia dalam keterangannya yang diterima Republika, Ahad (15/6/2025).

Baca Juga

Menurut Aulia, langkah yang dapat diambil pemerintah untuk meningkatkan daya beli kelompok buruh adalah dengan menaikkan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP), yang saat ini sebesar Rp 4,5 juta per bulan, menjadi Rp 7,5 juta atau bahkan Rp 10 juta per bulan. “Dengan begitu, buruh dapat saving uang dan uang yang ada pasti untuk belanja. Dengan belanja, maka purchasing power naik dan terjaga, lalu konsumsi naik, pertumbuhan ekonomi naik,” kata Aulia.

Ia juga menyoroti bahwa BSU hanya diberikan kepada buruh atau pekerja yang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Padahal, menurut Aulia, masih banyak buruh—jumlahnya bisa mencapai jutaan—yang belum memiliki BPJS Ketenagakerjaan.

“Maka daya beli juga tidak mencapai seperti apa yang diharapkan pemerintah. Harusnya (BSU diberikan ke) seluruh buruh, bukan hanya yang menjadi peserta BPJS saja,” ucap Aulia.

Aulia mengatakan, buruh di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah berpeluang besar menerima BSU. Sebab, mayoritas dari mereka berpenghasilan di bawah Rp 3,5 juta per bulan, sesuai dengan syarat penerima BSU.

Ia menambahkan, upah minimum kabupaten/kota (UMK) tertinggi di Jawa Tengah adalah Kota Semarang, yakni Rp 3.454.827, atau masih di bawah ambang batas BSU. “Secara syarat, para buruh di Jawa Tengah terpenuhi sebagai penerima BSU karena upah kita di bawah Rp 3,5 juta (per bulan). Berarti buruh Jawa Tengah berhak menerima BSU,” ujarnya.

Aulia Hakim mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah, jumlah pekerja di provinsi ini per Mei 2025 mencapai 20,86 juta orang. Sebanyak 40,36 persen di antaranya bekerja di sektor formal dan 59,64 persen lainnya di sektor informal. “Sebanyak 14,77 juta adalah pekerja penuh waktu; 4,54 juta paruh waktu; dan 1,56 juta tergolong setengah pengangguran,” ucapnya.

Menurut Aulia, jumlah pekerja di Jawa Tengah cukup besar. “Ini butuh pengawasan dan kolaborasi pemerintah Jawa Tengah dengan pihak perusahaan serta serikat pekerja/buruh agar BSU ini benar-benar tepat sasaran dan tepat data untuk buruh Jawa Tengah,” katanya.

Pemerintah akan menyalurkan BSU untuk periode Juni–Juli 2025 sebesar Rp 300 ribu per bulan. Pencairan akan dilakukan sekaligus pada Juni. Masyarakat yang memenuhi syarat bisa memperoleh Rp 600 ribu.

Terdapat beberapa syarat penerima BSU, antara lain: buruh/pekerja, WNI, terdaftar dalam kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan hingga April 2025, dan memiliki upah paling tinggi Rp 3,5 juta per bulan. Dana BSU bersumber dari APBN sebesar Rp 10,72 triliun. Tujuan penyaluran BSU adalah meningkatkan daya beli pekerja dan mendorong stabilitas ekonomi nasional.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement