Senin 30 Jun 2025 11:48 WIB

Wamen LH: Aktivitas Manusia Jadi Pemicu Krisis Iklim

Krisis iklim yang kini terjadi bukan sekadar fenomena alam.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Warga memperlihatkan laman situs IQAir dengan latar belakang kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Raya Gatot Subroto, Jakarta.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga memperlihatkan laman situs IQAir dengan latar belakang kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Raya Gatot Subroto, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR – Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Wakil Kepala Badan Pengendalian Lingkungan (KLH/BPLH), Diaz Hendropriyono, mengingatkan bahwa krisis iklim yang kini terjadi bukan sekadar fenomena alam, tetapi bencana yang dipicu oleh aktivitas manusia. Dalam sambutannya saat peluncuran Gerakan Eco-Dhamma di Makassar, Ahad (29/6/2025), Diaz menegaskan pentingnya kesadaran kolektif atas jejak emisi yang ditinggalkan setiap hari.

“Jakarta, Semarang, dan Makassar kini panas bukan sekadar karena musim, tetapi karena bencana iklim akibat aktivitas manusia. Kita semua punya andil,” ujarnya.

Baca Juga

Diaz merujuk pada pernyataan ilmuwan dunia yang telah lama menyimpulkan bahwa manusia bertanggung jawab atas hampir seluruh pemanasan global yang memicu krisis iklim selama dua abad terakhir. Dalam konteks tersebut, ia menyebut Eco-Dhamma sebagai inisiatif penting yang mengaitkan spiritualitas dengan tanggung jawab ekologis.

Dalam pernyataan Kementerian Lingkungan Hidup pada Senin (30/6/2025), Diaz mengatakan bahwa berbagai sektor kehidupan manusia seperti konsumsi listrik, transportasi, konstruksi, dan pengelolaan sampah menjadi penyumbang utama emisi gas rumah kaca.

“Satu ton sampah bisa menghasilkan 1.700 kg karbon dioksida ekuivalen. Di Jakarta saja setiap hari ada 7.500 ton, Bandung 2.500 ton, dan Makassar 1.000 ton,” ungkapnya.

KLH/BPLH, lanjut Diaz, siap memberikan dukungan teknis dalam implementasi Eco-Dhamma, terutama dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas.

“Kami siap memberikan asistensi melalui Kapusdal Sulawesi dan Maluku, termasuk potensi pembentukan bank sampah dan kerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) serta Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) terkait,” ujarnya.

Ketua Umum Permabudhi, Philip K. Widjaja, menjelaskan bahwa Eco-Dhamma adalah upaya untuk mengharmonikan nilai-nilai ajaran Buddha dengan pelestarian lingkungan. Ia menyebut gerakan ini sebagai wujud spiritualitas yang menyatu dengan praktik ekologis.

“Konsep ekologi ini kami angkat sesuai ajaran agama. Kami ingin menyelaraskan arah pembangunan, baik fisik maupun spiritual,” kata Philip.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.

(QS. Ali 'Imran ayat 159)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement