Jumat 04 Jul 2025 16:22 WIB

Bantah Spekulasi Beredar, Yusril: Juliana Maris Meninggal 15-30 Menit Setelah Jatuh di Rinjani

Indonesia tak mempersoalkan sikap Brasil yang ingin autopsi ulang Juliana.

Petugas memindahkan peti jenazah pendaki Gunung Rinjani Juliana Marins ke dalam mobil jenazah di Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara, Denpasar, Bali, Senin (30/6/2025). Jenazah pendaki asal Brasil yang meninggal di jalur pendakian puncak Gunung Rinjani itu dipulangkan menuju ke Rio de Janeiro Brasil setelah menjalani proses autopsi di Bali.
Foto: ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Petugas memindahkan peti jenazah pendaki Gunung Rinjani Juliana Marins ke dalam mobil jenazah di Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara, Denpasar, Bali, Senin (30/6/2025). Jenazah pendaki asal Brasil yang meninggal di jalur pendakian puncak Gunung Rinjani itu dipulangkan menuju ke Rio de Janeiro Brasil setelah menjalani proses autopsi di Bali.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan Juliana Marins meninggal sekitar 15-30 menit setelah jatuh di Gunung Rinjani, NTB pada 26 Juni. Yusril menepis WNA Brazil itu sempat hidup lebih dari sehari pascajatuh.

"Hasil autopsi menunjukkan Juliana Marins meninggal antara 15-30 menit setelah badannya terhempas di bebatuan gunung akibat kerusakan organ dan patah tulang yang parah karena terjatuh dari ketinggian 600 meter itu," kata Yusril dalam konferensi pers pada Jumat (4/7/2025).

Baca Juga

Yusril mengamati keluarga Juliana memang mempertanyakan jarak waktu antara saat terjatuh dan kematian. Sebab mereka berpikir ada keterlambatan datangnya pertolongan, sementara korban diduga masih hidup.

"Secara medis, secepat apapun pertolongan datang, upaya untuk menyelamatkan nyawa korban dalam insiden jatuh seperti itu hampir mustahil dapat dilakukan," ucap Yusril.

Walau demikian, Yusril tak mempersoalkan kalau keluarga Juliana meminta dilakukan autopsi ulang di Brasil untuk memastikan waktu kematian. Pemerintah RI menghormati keinginan tersebut. "Secara teoritis, jika metodologi otopsi dilakukan mengikuti standar forensik yang sama, hasilnya tidak akan jauh berbeda," ucap Yusril.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.

(QS. Ali 'Imran ayat 159)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement