Senin 28 Jul 2025 19:54 WIB

Gaji Pegawai tak Dibayarkan, Media Suara Merdeka Dilaporkan ke Disnakertrans Jateng

Lima pegawai didampingi oleh LBH Semarang dan AJI saat membuat laporan.

Rep: Kamran Dikrama/ Red: Andri Saubani
Pegawai media Suara Merdeka, Sumarlan (kiri), dan perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Amadela Andra Dynalaida, memberikan keterangan kepada awak media di Kantor Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah (Jateng), Kota Semarang, Senin (28/7/2025). Lima pegawai Suara Merdeka melaporkan perusahaan pers tersebut karena tak membayarkan gaji selama berbulan-bulan.
Foto: REPUBLIKA/Kamran Dikrama
Pegawai media Suara Merdeka, Sumarlan (kiri), dan perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Amadela Andra Dynalaida, memberikan keterangan kepada awak media di Kantor Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah (Jateng), Kota Semarang, Senin (28/7/2025). Lima pegawai Suara Merdeka melaporkan perusahaan pers tersebut karena tak membayarkan gaji selama berbulan-bulan.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Lima pegawai media Suara Merdeka melaporkan perusahaannya ke Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah (Jateng). Pelaporan itu dilakukan karena mereka tak menerima gaji sejak awal tahun ini.

Kelima pegawai tersebut, didampingi perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), melakukan audiensi dengan Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan Disnakertrans Jateng Moh Wachju Alamsyah di kantornya, Senin (28/7/2025). Proses audiensi dimulai sekitar pukul 10:00 WIB dan berlangsung selama hampir dua jam.

Baca Juga

Amadela Andra Dynalaida, perwakilan LBH Semarang sekaligus kuasa hukum kelima pegawai terkait, mengungkapkan, permasalahan gaji yang dialami para kliennya sebenarnya telah berlangsung sejak 2012. Kelima pegawai terkait, yang sudah berstatus karyawan tetap, menerima gaji pokok di bawah upah minimum kabupaten/kota (UMK).

Ketika pandemi Covid-19 mulai melanda Indonesia pada 2020, kelima pegawai tersebut hanya menerima 55 persen dari gaji bersih. "Namun sejak terbitnya pencabutan (status pandemi) Covid-19 dari pemerintah pada tahun 2022, gaji itu masih terus 55 persen dan tidak kembali seperti semula," kata Amadela ketika memberikan keterangan kepada awak media.

Dia menambahkan, pembayaran gaji yang hanya 55 persen itu pun terkadang tersendat dan harus dicicil. Hal itu berlangsung hingga akhir 2024. "Kemudian di awal 2025 ini, mekanismenya bukan cuma dicicil, tapi tidak dibayarkan," ujar Amadela.

Amadela mengungkapkan, dari kelima pegawai Suara Merdeka yang diwakilinya, empat di antaranya berasal dari divisi pra-cetak (layout), sedangkan satu lainnya dari divisi redaksi. Menurut Amadela, kelima pegawai tersebut mengalami kerugian finansial mencapai puluhan juta rupiah.

"Kalau (kerugian) dari perorangan sendiri-sendiri sebenarnya berbeda-beda, tapi untuk enam bulan terakhir itu sekitar Rp71 jutaan untuk satu orang," ucap Amadela.

Namun jika ditotal sejak 2012, Amadela menyebut, masing-masing pegawai mengalami kerugian sekitar Rp140 juta. "Dari 2012 hingga sebelum Covid, (kerugiannya) itu ada Rp45 juta, kemudian waktu Covid ada Rp26 jutaan, pasca Covid itu ada Rp71 juta. Totalnya Rp140 jutaan," ujarnya.

Amadela mengaku telah mendampingi kelima pegawai Suara Merdeka tersebut sejak mereka membuat laporan ke Disnakertrans Jateng pada 28 April 2025. Dia mengatakan sempat menanyakan perkembangan laporan ke Disnakertrans Jateng sebanyak lima kali. Namun Disnakertrans Jateng selalu menyampaikan masih melakukan pemeriksaan.

Pada 18 Juli 2025, Amadela mengajukan pertemuan tatap muka ke pihak Disnakertrans Jateng. "Kami juga menyayangkan pertemuan tatap muka ini harus ada embel-embel bahwa kami akan melapor ke Ombudsman jika tidak segera bertemu. Baru mereka mau ditemui," ucapnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement