Senin 11 Aug 2025 16:13 WIB

Komisi Yudisial Bentuk Tim Analisis Perkara Tom Lembong

Analisis butuh waktu karena tebalnya berkas putusan yang mencapai ribuan halaman.

Mantan menteri perdagangan Tom Lembong (berbaju putih) saat menyambangi Komisi Yudisial di Jakarta, Senin (11/8/2025).
Foto: Rizky Suryarandika
Mantan menteri perdagangan Tom Lembong (berbaju putih) saat menyambangi Komisi Yudisial di Jakarta, Senin (11/8/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial (KY) Joko Sasmito menyatakan telah membentuk tim untuk mempelajari dugaan pelanggaran dalam putusan perkara mantan menteri perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Menurut Joko, tim tersebut saat ini sudah mulai mempelajari soal putusan, namun analisis butuh waktu karena tebalnya berkas putusan berjumlah lebih dari seribu halaman.

"Tim sudah dibentuk, nanti dipelajari dugaan pelanggarannya ada atau tidak. Masalahnya dari tim laporkan ke kami, putusannya tebalnya seribuan (halaman) lebih, masih dianalisis ada atau tidak dugaan pelanggaran majelis hakim," kata Joko di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Senin (11/8/2025).

Baca Juga

Lebih lanjut Joko menerangkan, saat ini pihak KY masih menunggu hasil analisa tim tersebut, apabila memang ditemukan ada dugaan pelanggaran, maka KY akan menempuh tahap selanjutnya yakni memanggil para terlapor, dalam hal ini adalah tiga hakim yang menyidangkan perkara Tom Lembong. Ketiga hakim yang dilaporkan tersebut yakni Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika dengan Hakim Anggota Alfis Setyawan dan Purwanto S Abdullah.

Untuk diketahui, Tom Lembong menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto dalam perkara importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015–2016. Usai menerima abolisi tersebut, Tom Lembong resmi bebas dari Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta, pada 1 Agustus 2025.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Tom Lembong pidana 4 tahun dan 6 bulan penjara setelah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 194,72 miliar

Tindak pidana korupsi yang dilakukan Tom Lembong, antara lain dengan menerbitkan surat pengajuan atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015–2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Atas perbuatannya, Tom Lembong juga dijatuhkan pidana denda sebesar Rp 750 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Setelah menerima abolisi tersebut, Tom Lembong melalui kuasa hukumnya, Zaid Mushafi, melaporkan ketiga hakim yang menyidangkan kasusnya ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Zaid mengatakan, laporan tersebut dibuat karena menilai hakim yang menyidangkan kliennya tidak mengedepankan azas praduga tak bersalah.

"Yang menjadi catatan adalah ada salah satu hakim anggota yang menurut kami selama proses persidangan itu tidak mengedepankan presumption of innocent. Dia tidak mengedepankan asas itu. Tapi mengedepankan asas presumption of guilty. Jadi Pak Tom ini seolah-olah memang orang yang udah bersalah tinggal dicari aja alat buktinya. Padahal tidak boleh seperti itu proses peradilan," ujar Zaid.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement