Kamis 28 Aug 2025 06:23 WIB

Namarin Roundtable 2025 Bahas Situasi Memanas di Laut China Selatan

Persoalan Laut China Selatan penting mengingat besarnya nilai ekonomi di kawasan itu.

Namarin Roundtable 2025 bertajuk Strategic Considerations and Policy Shifts of Trump 2.0 on the South China Sea and the Responses of Southeast Asian Countries di Menteng, Jakarta Pusat.
Foto: Republika.co.id
Namarin Roundtable 2025 bertajuk Strategic Considerations and Policy Shifts of Trump 2.0 on the South China Sea and the Responses of Southeast Asian Countries di Menteng, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kerja sama intensif di kawasan sangat diperlukan untuk meredam konflik Laut China Selatan yang terus memanas dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu tertuang pada pembahasan Namarin Roundtable 2025 bertajuk ‘Strategic Considerations and Policy Shifts of Trump 2.0 on the South China Sea and the Responses of Southeast Asian Countries’ di Hotel Horison Ultima, Menteng, Jakarta Pusat pada Selasa (26/8/2025).

Para pembicara berasal dari perwakilan negara sahabat, antara lain Kepala Pusjianmar Seskoal Laksma TNI Salim, Deputy Chief of Mission Philippine Embassy Gonar Musor, peneliti CSIS Muhammad Waffaa Kharisma, dan perwakilan dari De La Salle University Philippine Renato Cruz de Castro.

Baca Juga

Laksma TNI Salim menyebut, persoalan Laut China Selatan sangat penting mengingat besarnya nilai ekonomi di kawasan tersebut. "Jalur perdagangan global mencapai triliunan dolar AS, sumber daya energi juga melimpah. Nah sengketa wilayah, kebebasan navigasi, dan meningkatnya ketegasan China jadi isu utama sekarang," kata Salim dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (27/8/2025).

Menurut dia, kerja sama yang dilakukan antarnegara di kawasan menjadi penting untuk dilakukan. "Kerja sama investasi dan perdagangan harus sama-sama menguntungkan, walaupun juga mengandung risiko, itu harus dipertimbangkan di masing-masing negara," jelas Salim.

Sementara itu peneliti CSIS Muhammad Waffaa Kharisma menyebut, di tengah eskalasi yang terus memanas, Amerika Serikat (AS) justru melakukan perluasan operasi sekutunya di Asia Tenggara dengan menggandeng Filipina. "Bagi Asia Tenggara, tantangan utamanya bukan hanya menavigasi persaingan AS-China, tetapi memastikan kepentingannya tidak dikorbankan demi mengejar kesepakatan Trump atau China," ucap Waffaa.

Menurut dia, saat ini Laut China Selatan memasuki era yang lebih militeristik dan transaksional. "Baik melalui pencegahan maupun akomodasi, masa jabatan kedua Trump akan menguji kapasitas ASEAN untuk tetap lebih dari sekadar penonton dalam permainan yang dimainkan oleh kekuatan yang lebih besar," ucapnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.

(QS. Ali 'Imran ayat 159)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement