Jumat 10 May 2019 03:37 WIB

Facebook Dituduh 'Penghasil Otomatis' Video Ekstremis

Facebook mengatakan sudah menghapus video yang sarat dengan konten ekstrem.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Gita Amanda
Facebook
Foto: EPA
Facebook

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Facebook dituduh sebagai platform "penghasil otomatis" konten ekstremis, termasuk munculnya video jihad perayaan serta halaman bisnis yang tersedia untuk akun jaringan Alqaidah. Hal tersebut diungkapkan oleh pengungkap rahasia yang mengajukan pengaduan resmi kepada regulator Amerika Serikat.

Dilansir dari BBC News, konten serupa milik Nazi yang diidentifikasi sendiri oleh kelompok supremasi kulit putih juga ditemukan dengan mudah secara daring. Menanggapi ini, Facebook mengatakan sudah melakukan penghapusan terhadap video yang sarat dengan konten ekstrem, tetapi pihak Facebook mengakui sistemnya belum sempurna.

Baca Juga

Dalam pernyataan resminya, Facebook menyampaikan pihaknya telah melakukan investasi besar guna mendeteksi konten-konten terorisme. “Kami sudah lakukan deteksi dan menghapus konten terorisme, tingkat keberhasilan ini jauh lebih tinggi daripada yang kami terapkan dua tahun lalu,” kata Facebook.

Lebih lanjut Facebook mengatakan, pihaknya akan tetap waspada dalam upaya melawan kelompok teroris di seluruh dunia.

Penelitian pegungkap fakta berlangsung lima bulan dan memantau 3.000 orang yang menyukai atau terhubung ke organisasi yang terdaftar sebagai kelompok teroris oleh Pemerintah AS. Penelitian tersebut mengungkapkan, kelompok-kelompok seperti Alqaidah secara terbuka aktif di jejaring sosial.

Diketahui, halaman bisnis lokal untuk Alqaidah yang dihasilkan oleh Facebook memiliki 7.410 "like" dan memberi kelompok "data berharga" yang bisa digunakan ketika merekrut orang atau mencari pendukung. Sedangkan, dalam halaman bisnis lokal, algoritma Facebook mengisi halaman dengan deskripsi pekerjaan yang dimasukkan pengguna ke profil mereka. Hal itu juga menyalin gambar serta melakukan branding bendera yang digunakan oleh kalangan mereka.

Direktur Nasional Whistleblower Center John Kostyack yang merilis penelitian atas nama whistleblower mengatakan, pihaknya bersyukur bahwa informasi yang mengganggu tersebut telah dirilis. “Kami berharap SEC mengambil tindakan untuk menjatuhkan sanksi bagi Facebook,” kata John.

Salah satu pendiri Facebook, Chris Hughes, menyatakan sudah saatnya untuk membubarkan Facebook dalam editorial yang diterbitkan di New York Times. Dalam artikel tersebut Hughes mengatakan dengan nada keras bahwa pemerintah sudah saatnya meminta pertanggungjawaban Mark Zuckerberg terkait masalah ini.

“Pemerintah harus minta pertanggungjawaban Mark (Zukerberg),” kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement