Rabu 29 Nov 2017 01:50 WIB

Akun Palsu Sosial Media Dorong Lonjakan Anti-Muslim

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Karta Raharja Ucu
Ilustrasi Media Sosial
Foto: pixabay
Ilustrasi Media Sosial

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis sosial media mengungkapkan jaringan global aktivis anti-Muslim menggunakan twitter bot, berita palsu, dan manipulasi gambar untuk mempengaruhi wacana politik. Dilansir dari The Guardian, Selasa (28/11), banyak warga net mencatat pertumbuhan signifikan anti-Muslim di media sosial sepanjang tahun lalu. Media sosial memudahkan koordinasi dan dorongan pesan, Islam adalah ancaman yang akan segera terjadi kepada masyarakat barat.

Periset dari organisasi anti-rasis Hope Not Hate menemukan dampak kicauan satu aktivis Amerika Serikat (AS) Pamela Geller diperbesar 102 bot (akun palsu twitter dibuat dari program), akun otomatis atau semi otomatis yang mengkicau ulang kontennya. Periset juga memantau sampel akun twitter anti-Muslim populer di Inggris dan Amerika Serikat pada Maret dan November tahun ini. Hasilnya, riset menemukan rata-rata ada pertumbuhan pengikut sebesar 117 persen.

Geller yang digambarkan para kritikus sebagai tokoh organisasi Islamofobia, menghasilkan Laporan Geller. Laporan itu melipatgandakan pengikut lebih dari dua juta orang setiap bulan antara Juli dan Oktober. Gates dari blog kontra jihadis Wina, yang digambarkan para kritikus sebagai manual pelatihan paramiliter anti-Muslim juga melipatgandakan pengunjung per bulan selama periode yang sama.

Peneliti Hope Not Hate Patrik Hermansson mengatakan pertumbuhan akun twitter dan situs web penyebar kebencian atau anti-Muslim sangat memprihatinkan. "Ini merupakan indikasi meningkatnya minat terhadap pandangan-pandangan, karena setiap akun atau situs tumbuh, lebih banyak orang terpapar dengan pandangan anti-Muslim yang berprasangka buruk," kata Hermansson.

Studi Hope Not Hate juga menggambarkan ihwal serangan teror di Inggris telah dieksploitasi aktivis anti-Muslim melalui media sosial. Pun sejumlah akun Twitter anti-Muslim terkemuka di Inggris memperoleh sejumlah besar pengikut usai kejadian tersebut.

Selama beberapa jam usai serangan Manchester, mantan pemimpin Liga Pertahanan Inggris (EDL) Tommy Robinson memperoleh 40.042 pengikut selama 48 jam. Pascaserangan London Bridge pada Juni, aktivis anti-Muslim mengambil keuntungan dengan mengungkapkan sentimen negatif tentang umat Islam.

Studi tersebut juga menuduh media konservatif Breitbart, yang dijalankan mantan kepala ahli strategi Donald Trump, Steve Bannon menyebarkan berita palsu tentang Islam. Analisis studi menyebut pelaporan Breitbart tentang Islam dan Muslim sebagian besar tidak dapat dibedakan dari retorika gerakan anti-Muslim atau paling kanan.

Studi itu menyatakan forum daring berfungsi sebagai ruang gema memperkuat dan menyebarkan kampanye media sosial anti-Muslim yang dibuat-buat. Contoh terakhir yang paling terkenal adalah eksploitasi foto seorang wanita Muslim yang berjalan melewati sekelompok orang yang membantu korban serangan Westminster pada Maret 2017.

Gambar tersebut mendapat daya tarik setelah pengguna twitter @Southlonestar mengklaim foto itu mengungkapkan ketidakpedulian wanita tersebut terhadap korban. Baru-baru ini terungkap @Southlonestar adalah satu dari 2.700 rekening yang diserahkan ke Komite Intelijen Rumah AS oleh Perusahaan Twitter. @Southlonestar adalah akun palsu yang dibuat di Rusia untuk mempengaruhi politik Inggris dan AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement