REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi), komunitas akademisi dan pegiat literasi digital prihatin dengan maraknya informasi hoaks dan ujaran kebencian melalui media sosial belakangan ini.
"Japelidi ini juga dibentuk karena keresahan kami dengan masih ditemukannya problem dalam penggunaan media digital dan problem literasi digital," kata Koordinator Japelidi Novi Kurnia di Semarang, Jumat (14/9).
Hal tersebut diungkapkannya di sela workshop Japelidi bertema "Finalisasi Penulisan Buku Seri Literasi Digital" yang diselenggarakan di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, 14-15 September 2018.
Ketua Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Fisipol, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu menjelaskan problem dalam penggunaan media digital belakangan ini, seperti hoaks, ujaran kebencian, dan cyber bullying. Diakui Novi, berbagai problem dalam penggunaan media digital itu memang dampak dari semakin meningkatnya teknologi informasi dan komunikasi karena tidak dibarengi dengan kemampuan literasi digital masyarakat.
Beranggotakan kalangan akademisi dan pegiat literasi digital yang tersebar di 32 perguruan tinggi di 12 kota di Indonesia, kata dia, Japelidi berupaya menguatkan kemampuan literasi digital masyarakat. "Kepedulian kami bukan kemudian hanya dengan ngomong saja, tetapi bagaimana kami melakukan kegiatan mengoptimalkan literasi digital untuk meminimalisasi dampak-dampak negatif dari media digital," jelasnya.
Dengan melakukan pemetaan terhadap problem penggunaan digital, kata dia, Japelidi menyusun penyusunan 10 kompetensi literasi digital yang didiskusikan bersama para anggota untuk disepakati.
"Sepuluh kompetensi literasi digital, yakni kemampuan mengakses secara teknis, menyeleksi, memahami, menganalisa, memverifikasi, mengevaluasi, mendistribusikan, memproduksi, berpartisipasi, dan berkolaborasi," katanya.
Tak hanya itu, Novi mengatakan Japelidi juga tengah menyiapkan buku seri literasi digital yang akan menjadi panduan bagi masyarakat dalam literasi digital yang terbagi dalam berbagai bidang. "Banyak sekali, misalnya tentang game online yang sedemikian marak, digital parenting untuk mengasuh anak di era digital, kesensitifan soal gender, hingga penanggulangan radikalisme," katanya.
Workshop serupa, kata dia, pernah digelar di Yogyakarta pada 21-22 Maret 2018 dan Universitas Lambung Mangkurat pada 27-28 April 2018, dan workshop di Unissula itu merupakan kelanjutan, sekaligus mematangkan. "Kami akan mematangkan dari 15 judul buku yang siap di-'launching' pada peluncuran buku Siberkreasi seiring gerakan siber literasi pada 26 September 2018. Target kami, 3-5 buku sudah siap," kata Novi.
Sementara itu, Ketua Panitia Workshop Japelidi di Unissula Made Dwi Adnjani menjelaskan workshop itu merupakan pemantapan penyusunan buku seri literasi digital oleh Japelidi yang akan dirilis akhir September 2018 di Jakarta.
"Anggota Japelidi banyak sekali, diantaranya dari UGM, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Unissula, dan Universitas Ahmad Dahlan (UAD)," kata pengajar komunikasi Fakultas Bahasa dan Ilmu Komunikasi Unissula itu.