REPUBLIKA.CO.ID, FLORIDA -- Beberapa pekan lalu, peneliti menemukan puing-puing radiokatif dari serangkaian ledakan supernova di bagian bawah laut samudra.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh pesawat ruang angkasa ACE, milik Badan Antariksa AS (NASA), ilmuwan menduga ledakan itu terjadi tidak jauh dari bumi. Ledakan supernova ini meninggalkan logam radioaktif langka jenis besi-60.
Besi-60 dari ledakan bintang telah ditemukan jauh di dalam kerak bumi, di bawah dasar laut dan juga di permukaan bulan. Besi 60 memiliki waktu paruh 2,6 juta tahun. Temuan radioaktif ini seolah membawa peristiwa kedakan bintang pada 3,2 juta hingga 1,7 juta tahun lalu.
Namun bukti baru yang dipublikasikan dalam majalah Science menjelaskan bagaimana pesawat ACE milik NASA mendeteksi besi-60 ini mengambang di angkasa selama 17 tahun terakhir. Artinya, masih sangat baru. Dengan kata lain, bumi baru saja menangkap radioaktif. Diperkirakan bintang-bintang ini mati di dekat gugus bintang Scorpio-Centaurus yang terletak 380 tahun cahaya dari bumi.
"Meskipun partikel besi-60 ini memiliki asal yang berbeda, deteksi baru menunjuk pada skenario yang sama," ujar Anton Wallner, fisikawan dari Australian National University.
Sama seperti di bumi, segala sesuatu di luar angkasa bisa mati, termasuk bintang. Ketika sebuah bintang mati, bintang ini meledak di alam semesta yang dikenal dengan supernova. Ada dua jenis supernova. Supernova pertama terjadi ketika sistem bintang biner 'memakan' bintangnya sendiri. Satu bintang memakan bintang lainnya, lalu kemudian mengalami ledakan. Sementara jenis satu lagi terjadi pada sistem bintang tunggal. Bintang ini meledak dan hancur.
"Bintang seperti kehabisan bahan bakar nuklir. Massa bintang mengalir ke inti bintangnya sehinga inti menjadi begitu berat hingga tak lagi bisa menehan gravitasinya sendiri," kata NASA, menjelaskan mengenai mekanisme ledakan bintang.
baca juga: NASA Laporkan Sinyal Aneh dari Sumber Gelombang Gravitasi