Rabu 05 Apr 2017 09:14 WIB

Ilmuwan Kembangkan Cara Baru Ubah Air Laut Jadi Air Minum

Graphene adalah material paling tipis di dunia, namun paling kuat, lebih kuat dari baja, dan tentu saja, lebih ringan. Beberapa ilmuwan di universitas di Manchester telah mengembangkan membran yang berlandaskan graphene dan mampu menyaring garam biasa.
Foto: Telegraph
Graphene adalah material paling tipis di dunia, namun paling kuat, lebih kuat dari baja, dan tentu saja, lebih ringan. Beberapa ilmuwan di universitas di Manchester telah mengembangkan membran yang berlandaskan graphene dan mampu menyaring garam biasa.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Satu proses yang dapat membantu jutaan orang mengubah air laut menjadi air minum diumumkan pekan ini oleh bebeapa ilmuwan di Manchester. Bahan yang mengagumkan, graphene, berada pada inti proses baru tersebut.

Graphene adalah konduktor panas terbaik yang ada saat ini. Graphene adalah material paling tipis di dunia, namun paling kuat, lebih kuat dari baja, dan tentu saja, lebih ringan. Beberapa ilmuwan di universitas di Manchester telah mengembangkan membran yang berlandaskan graphene dan mampu menyaring garam biasa.

Penelitian baru mereka memperlihatkan potensi dunia nyata untuk menyediakan air minum yang bersih buat jutaan orang yang berjuang memperoleh akses ke sumber air bersih yang memadai. Temuan baru itu di University of Manchester disiarkan pada Senin (3/4) di jurnal Nature Nanotechnology.

Seorang juru bicara di universitas tersebut mengatakan hingga 2025, PBB memperkirakan 14 persen penduduk dunia akan menghadapi kelangkaan air. "Teknologi ini memiliki potensi untuk merevolusionerkan penyaringan air di seluruh dunia, terutama di negara yang tak bisa memperoleh instalasi desalinasi dengan ukuran besar," kata para peneliti tersebut.

"Sistem membran graphene-oxide diharapkan dapat dibuat dalam ukurang yang lebih kecil sehingga teknologi ini bisa diakses oleh negara yang mungkin tak memiliki prasarana keuangan guna mendanai instalasi besar tanpa mengorbankan air bersih yang diproduksi."

Membran graphene-oxide yang dikembangkan di National Graphene Institute di Manchester sudah memperlihatkan potensi penyaringan partikel nano, molekul organik, dan bahkan garam besar. Namun, semua itu tak bisa digunakan untuk menyaring garam biasa yang digunakan dalam teknologi desalinasi, membuat air laut jadi tawar dengan memisahkan garam dari air, yang memerlukan penyaringan yang bahkan lebih kecil.

Penelitian sebelumnya di universitas itu mendapati jika dicelupkan ke dalam air, membran graphen-oxide menjadi agak gembung dan garam yang lebih kecil mengalir melewati membran tersebut bersama dengan air, tapi molekul atau ion yang lebih besar terhalang.

Kelompok yang berpusat di Manchester tersebut sekarang telah lebih mengembangkan membran graphene itu dan menemukan strategis guna menghindari penggelembungan membran ketika terpapar air. Ukuran pori-pori pada membran tersebut dapat secara tepat dikendalikan sehingga benda itu bisa menyaring garam biasa dari air garam dan membuatnya aman untuk diminum.

Juru bicara universitas tersebut menambahkan, "Sementara dampak dari perubahan iklim terus mengurangi pasokan air di kota modern, negara modern yang kaya juga menanam modal pada teknologi desalinasi. Ketika garam biasa larut di dalam air, garam itu selalu membentuk 'tempurung' molekul air di sekeliling molekul garam. Ini memungkinkan pembuluh halus membran graphene-oxide menghalangi garam mengalir bersama dengan air. Molekul air bisa melewati penghalang membran dan mengalir dengan cepat --yang idel bagi penerapan membran ini pada desalinasi."

Profesor Rahul Nair dari University of Manchester mengatakan, "Realisasi membran yang terukur dengan ukuran pori-pori yang seragam sebesar atom adalah langkah maju yang penting dan akan membuka kemungkinan baru bagi peningkatan efisiensi teknologi desalinasi."

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement