REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu masalah dengan mengangkut makanan ke berbagai belahan dunia adalah dalam beberapa kasus, sejumlah jenis makanan perlu disimpan pada suhu tertentu untuk mempertahankan kesegarannya, serta mencegah makanan busuk selama proses pengirimam, seperti misalnya ikan.
Oleh karena itu, peneliti di Swiss dinilai telah menemukan cara untuk mengelola prestasi semacam itu dengan lebih baik. Ini berkat kerja mereka yang menghasilkan sensor super tipis yang dapat membantu memantau suhu makanan.
Keunggulan sensor ini dapat dimakan oleh manusia, yang berarti menelannya tidak akan berbahaya bagi tubuh manusia. Sensor ini berukuran 16 mikrometer, yang jauh lebih tipis dari untaian rambut manusia, dan dibuat dari polimer yang berbahan baku pati jagung dan kentang, magnesium, dan silikon larut dalam air dan nitrida.
"Dalam persiapan untuk transportasi ke Eropa, ikan dari Jepang dapat dilengkapi dengan sensor suhu kecil, yang memungkinkan mereka untuk terus dipantau agar dipelihara pada suhu yang cukup dingin," ucap tim peneliti Giovanni Salvatore, dikutip UberGizmo.
Sejauh ini, lanjut dia, berdasarkan penelitan, sensor ini masih memerlukan daya kabel di mana ia terhubung ke mikrokomputer, mikroprosesor, dan pemancar melalui kabel. Namun para periset melihat cara menyalakan sensor dan mentransmisikan data secara nirkabel.
Sayangnya, sensor tidak akan digunakan secara publik dalam waktu dekat. Salvatore mencatat, pembuatan sensor semacam itu sangat intensif dan mahal. "Tapi di masa depan siapa yang tahu?" jelasnya.