REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ilmuwan mengungkapkan sebuah studi terkait serangan bom Perang Dunia II yang mempengaruhi atmosfer bumi. Penelitian baru ini dari Geosciences Union Eropa.
Penelitian itu menjelaskan gelombang yang dihasilkan ledakan melemahkan atmosfer atas yang dialiri listrik atau ionosfer. Seperti dikutip dari laman Independent, Selasa (25/9), pengeboman keras ini berdampak besar dan dramatis.
Bahkan, ledakan menembus 1.000 Km ke langit sehingga mengubah batas atmosfer. Sebuah tim dari University of Reading menjelaskan cara-cara misterius bahwa peristiwa alam seperti kilat, letusan gunung berapi dan gempa bumi mengubah bagian atmosfer yang sama.
Ionosfer penting bagi teknologi modern seperti komunikasi radio, sistem GPS, teleskop radio, dan beberapa radar peringatan dini. “Citra lingkungan di seluruh Eropa dirusak menjadi puing-puing akibat serangan udara di masa perang adalah pengingat abadi dari kerusakan yang dapat disebabkan oleh ledakan buatan manusia. Tapi apa dampak dari bom-bom ini naik di atmosfer bumi belum pernah disadari sampai sekarang,” kata Profesor Luar Angkasa dan Fisika Atmosfer Universitas Reading, Chris Scott.
“Gelombang yang disebabkan oleh ledakan buatan manusia dapat mempengaruhi tepi luar angkasa. Setiap serangan melepaskan energi setidaknya 300 serangan petir,” ucapnya.
Untuk melakukan pekerjaannya, peneliti melihat catatan di Pusat Penelitian Radio di Slough. Mereka mengirim denyut radio ke langit yang memungkinkan mereka mengukur tinggi dan konsentrasi ionisasi di atmosfer atas.
Mereka menemukan elektron menurun sekitar waktu serangan bom besar sekutu. Gelombang kejut dari bom-bom itu diduga memanaskan ionosfer atas dan menyebabkan hilangnya ionisasi. Sejarawan Universitas Reading, Profesor Patrick Major menambahkan gelombang dari serangan pengeboman merupakan bahaya bagi pesawat terbang.
"Kru yang terlibat dalam penggerebekan itu melaporkan pesawat mereka rusak akibat ledakan bom, meski berada di atas ketinggian yang direkomendasikan," katanya.
Pengeboman sekutu terhadap Nazi Jerman dimulai pada 1942 dan mengubah kota-kota besar Jerman seperti Dresden dan Hamburg menjadi puing dan abu. Profesor Mayor mengatakan orang-orang di lapangan melaporkan gelombang kejut dari ledakan akan melontarkan penutup jendela dan pintu dari engselnya.
“Penduduk di bawah bom akan secara rutin mengingat dilempar ke udara oleh gelombang tekanan dari ledakan,” ucap Scott.