Selasa 26 Mar 2019 08:45 WIB

Mikropartikel Plastik Ancam Kehidupan Satwa Galapagos

Mikropartikel itu berasal dari limbah buangan kota-kota besar.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Indira Rezkisari
Satwa Galapagos. Kehidupan satwa di Pulau Galapagos terancam akibat gelombang sampah plastik.
Foto: EPA
Satwa Galapagos. Kehidupan satwa di Pulau Galapagos terancam akibat gelombang sampah plastik.

REPUBLIKA.CO.ID, GALAPAGOS -- Sampah plastik yang hanyut ke perairan di Kepulauan Galapagos, Samudra Pasifik, memicu kekhawatiran pengamat fauna. Pasalnya, mikropartikel plastik bisa berakhir di perut spesies satwa yang hidup di sana.

Mikropartikel itu berasal dari limbah buangan kota-kota besar dari negara serta benua lain. Laman Malay Mail melaporkan, para pakar menyebutnya sebagai ancaman besar bagi iguana, kura-kura, burung, dan ikan Galapagos.

Baca Juga

 

"Potongan-potongan plastik kecil menjadi bagian dari rantai makanan yang nantinya berisiko dimakan manusia," kata ahli biologi Jennifer Suarez yang juga menjadi pakar ekosistem laut di Taman Nasional Galapagos.

Berbagai limbah plastik yang umumnya hanyut antara lain botol, wadah, dan tas plastik, serta jaring ikan. Meski sebagian tampak padat dan utuh, limbah itu bisa saja hancur oleh sinar matahari, air laut, atau terbentur karang.

Akibatnya, partikel mikro terpecah lantas tertelan oleh hewan. Setiap tahun, kelompok ekspedisi di pantai Galapagos selalu mendapati kerusakan akibat tangan manusia itu. Temuan limbah juga termasuk mainan seks, sepatu, korek api, pena, dan kaleng.

Bahkan, limbah sampai ke zona tak berpenghuni seperti Punta Albemarle di ujung utara Pulau Isabela. Gabungan tim pembersih dari berbagai organisasi membantu inisiatif yang sudah dilakukan nelayan lokal sejak 1996.

Lebih dari 90 persen sampah yang dikumpulkan disinyalir tidak berasal dari Galapagos, tetapi Amerika Selatan, Amerika Tengah, serta Asia. Sebagian besar sampah plastik adalah produk dengan label buatan Peru, Kolombia, Panama, dan Cina.

Pada 2019, terdapat delapan ton sampah yang terkumpul. Angkanya memang lebih rendah dibandingkan 24 ton sepanjang 2018 tetapi lebih banyak dibandingkan 6,5 ton yang terkumpul pada 2017. Namun, tetap saja angka itu sangat mengkhawatirkan.

Petugas mendaftar hewan yang terdampak limbah, seperti burung yang membuat sarang dari popok dan kantong plastik bekas. Contoh temuan miris lain adalah penyu yang memakan kantong plastik karena mengiranya ubur-ubur, makanan utama mereka.

Relawan mengirim sampah yang terkumpul di kepulauan ke daratan Ekuador untuk dibakar. "Kami menyingkirkan limbah yang menumpuk di tempat-tempat ini untuk menghindari kerusakan dan perubahan menjadi partikel mikro," kata Suarez.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement