Kamis 27 Jun 2019 12:36 WIB

Ilmuwan Ungkap Penyebab Kematian Raja Louis di Perang Salib

Sebelumnya, Raja Louis diduga meninggal karena wabah disentri.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Gambar potongan organ yang diduga milik Raja Louis.
Foto: Charlier P, et al.
Gambar potongan organ yang diduga milik Raja Louis.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS — Sebuah analisis forensik baru-baru ini menemukan bahwa seorang raja di masa Perang Salib menderita penyakit kudis ketika ia meninggal. Penemuan ini bertentangan dengan apa yang diketahui sebelumnya bahwa ia meninggal karena suatu wabah disentri.

Temuan baru ini berasal dari tulang rahang tua yang dimakamkan di Katedral Notre Dame. Tulang rahang tersebut diidentifkasi sebagai milik Louis IX, seorang raja Prancis yang meninggal selama Perang Salib Kedelapan pada 1270 di Tunis. Ia dikenal sebagai St. Louis.

Baca Juga

Para ilmuwan kemudian menemukan bukti bahwa Louis  pernah memiliki penyakit kudis yang parah saat meninggal. Hasil pemeriksaan mereka tersedia secara online di Journal of Stomatology, Oral, and Maxillofacial Surgery pada 8 Juni lalu.

Kudis yang dialami Raja Louis diduga disebabkan karena kekurangan vitamin C. Scurvy adalah penyakit yang disebabkan oleh kekurangan vitamin C. Louis nampaknya tidak dapat memenuhi kebutuhan vitamin tersebut di hari-hari saat melakukan peperangan di Tunis. Ia dikatakan hanya memakan ikan, tidak makanan lokal di sana yang dikenal mengandung nutrisi.

Penyakit kudis menyebabkan penyakit gusi, gigi yang rapuh hingga tanggal, anemia, serta kondisi semakin melemah dari hari ke hari. Para peneliti mengutip sebuah laporan oleh Jean de Joinville, penulis sejarah abad pertengahan yang mencatat sejarah perang salib, untuk bukti bahwa penyakit kudis biasa terjadi pada pasukan Louis.

"Pasukan kami menderita nekrosis gusi (gusi mati) dan para tukang cukur harus memotong jaringan nekrotikan agar memungkinkan mereka mengunyah daging dan menelan, sangat menyedihkan mendengar tentara berteriak dan menangis seperti perempuan dalam proses persalinan ketika gusi mereka dipotong,” tulis Joinville dilansir Live Science, Kamis (27/6).

Untuk membuktikan bahwa tulang rahang tersebut adalah milik Louis IX, para peneliti pertama kali secara visual memeriksanya dan menunjukkan bahwa itu memiliki bentuk yang tepat untuk rahang seorang pria berusia 56 tahun. Diketahui,  Louis IX berusia 56 tahun ketika dia meninggal.

Para ilmuwan kemudian membandingkan dengan patung-patung yang ada di katedral wajah raja yang sudah meninggal dan menemukan kecocokan. Tim akhirnya melakukan penanggalan radiokarbon pada tulang untuk mengukur jumlah karbon dengan delapan neutron yang menempel atau variasi radioaktif dalam tulang.

Karbon radioaktif meluruh dengan laju konstan dan tubuh berhenti menyerap karbon baru dari lingkungan saat mati. Karbon dengan isotop 14 digunakan untuk menentukan usia sampel tulang. Menariknya, karbon di tulang rahang tampaknya berasal dari seorang pria yang meninggal antara tahun 1030 dan 1220.

Karena itu, penemuan ini akan terlalu dini menyimpulkan baha tulang rahang tersebut adalah milik Louis. Lautan memiliki lebih sedikit karbon 14, sehingga makhluk laut diketahui memiliki sedikit lebih sedikit karbon radioaktif di tubuhnya daripada makhluk darat. Karena itu, tulis para peneliti, bahwa Louis hanya memakan begitu banyak ikan sehingga tulangnya tampak lebih tua.

Para peneliti menemukan bukti penyakit kudis parah di rahang, tetapi itu tidak berarti penyakit kudis yang membunuhnya. Scurvy dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement