REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Badan Antariksa Amerika Serikat (AS) atau NASA telah mengungkap rencana untuk meluncurkan misi ke bulan pada 2028 beberapa bulan lalu. Namun, pada Maret, Wakil Presiden Mike Pence membuat pengumuman yang mengejutkan, dengan permintaan mewujudkan misi itu lebih cepat, yakni pada 2024.
Pence meminta NASA agar dapat membuat astronaut Amerika kembali menjelajah permukaan bulan dalam lima tahun ke depan. Ia juga mengatakan apapun yang diperlukan agar dilakukan segera.
Rencama misi itu akan menandai misi bulan yang pertama kali diluncurkan AS dalam program Apollo pada lima dekade lalu. Kali ini, program ruang angkasa itu memiliki julukan Artemis.
Artemis mendapat sambutan hangat dari banyak orang di AS. Mereka ingin agar pemerintah negara adidaya itu bersikap lebih serius mengenai eksplorasi manusia ke ruang angkasa, setelah bertahun lamanya mengalami stagnasi.
Program ini juga disambut dengan skeptisisme dan kritik dari para pakar industri. Terdapat sejumlah daftar tugas yang dilakukan, mulai dari mempercepat pengembangan roket, biaya yang lebih tinggi, hingga merekrut mitra sektor swasta baru.
Selain itu, pembangunan stasiun ruang angkasa kecil dan pendaratan di bulan yang layak, uji teknologi, serta pelatihan bagi para astronot juga harus dilakukan. Termasuk juga jaminan keamanan dalam mendaratkan astronaut, serta jika memungkinkan mengirim perempuan pertama di dunia ini ke bulan.
Administrator NASA Jim Bridenstine mengatakan bahwa semua pekerjaan itu cocok untuknya. Dalam sebuah wawancara dengan CNN Business, ia mengatakan bahwa mungkin terdapat berbagai resiko dalam misi ruang angkasa, seperti yang direncanakan kali ini.
“Pasti ada risiko teknis, anggaran, kemudian ada resiko jadwal, dan tentu saja resiko paling besar, yaitu kita menempatkan manusia di roket, yang selalu berbahaya,” ujar Bridenstine.
Sebagian besar perangkat keras yang dibutuhkan NASA untuk pendaratan di bulan dengan awak telah mengalami keterlambatan. Sebagai contoh, roket baru NASA, Space Launch System atau SLS seharusnya siap untuk uji terbang pada 2017. Namun, uji coba itu telah ditunda setidaknya hingga 2020.
Pengembangan SLS sejauh ini menelan biaya 12,5 miliar dolar AS. Dalam laporan pengawasan pemerintah yang diterbitkan baru-baru ini mengungkapkan pembengkakan biaya hingga hampir 2 miliar dolar AS.
“Perkiraan awal NASA adalah bahwa akan dibutuhkan tambahan 4 miliar hingga 6 miliar dolar AS per tahun di atas tunjangan tahunan 20 miliar AS untuk lembaga ini,” kata Bridenstine.
Kembali ke misi bulan pertama NASA, dibutuhkan waktu tujuh tahun setelah pidato mantan presiden John F. Kennedy pada 1962 yang mengatakan bahwa warga Amerika akan menggunakan sepatu bot yang untuk pertama kalinya tiba di bulan. Hingga kemudian pendaratan Apollo pertama terjadi pada 1969.
Pada saat itu, Kongres AS mendedikasikan hingga empat persen dari anggaran federal untuk NASA. Semua itu dilakukan dalam upaya keras untuk mengalahkan Uni Soviet yang juga berusaha meluncurkan misi ruang angkasa ke bulan.
Saat ini, NASA menerima kurang dari setengah persen dari keseluruhan anggaran. Tidak ada manusia yang telah melakukan perjalanan melampaui orbit rendah bumi dalam beberapa dekade.
“Saya pikir bahwa seluruh komunitas antariksa kali ini bersatu dalam konsensus untuk kembali ke bulan dengan cara yang belum pernah kita lihat sebelumnya," ujar analis industri luar angkasa, Forczyk.
Belum ada jaminan bahwa program Artemis akan berhasil. Meski demikian, ini menjadi penanda serta harapan bahwa misi untuk mengirim manusia ke ruang angkasa akan terwujud kembali.
Bridenstine mengatakan tujuan jangka panjang dari program ini adalah untuk membangun kehadiran "berkelanjutan" di bulan. Artemis juga disebut dapat membuka jalan bagi para astronaut untuk hidup dan bekerja di berbagai pos di sana, sekaligus mempersiapkan mereka untuk misi Mars pertama kalinya.
NASA juga ingin memulai kemitraan sektor swasta yang luas, seperti dengan perusahaan seperti SpaceX atau Blue Origin, yang memiliki rencana sendiri untuk menjajah ruang angkasa yang dalam.