REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Baru-baru ini, para ilmuwan memiliki cara baru untuk menghitung kecerahan bulan dengan lebih efektif. Selama ini pengukuran kecerahan bulan yang disebut spektral irradiansi, belum terlalu akurat penghitungannya.
Ilmuwan melibatkan penggunaan pesawat NASA pada ketinggian menjulang yang mencapai 21,3 Km. Pesawat itu ditempatkan di stratosfer atau di atas troposper, yang merupakan lapisan tebal di dasar atmosfer.
Dilansir dari Sciencealert, Senin (9/12), dengan cara itu, 95 persen gangguan atmosfer menjadi berkurang dalam pemantauannya. Bahkan, memungkinkan gambar Bulan terlihat dengan lebih jelas.
Para ilmuwan dari Institut Nasional Standar dan Teknologi (NIST), NASA, Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) dan Universitas Guelph, berharap agar rencana baru ini dapat membawa akurasi pengukuran cahaya bulan di atas 99 persen.
Misi tersebut, menjadi misi yang disebut sebagai Misi Irradiansi Spektrum Lunar Udara (LUSI). Dalam pelaksanaanya, misi itu telah melakukan serangkaian penerbangan pesawat ER-2 pada pertengahan November.
Jika gambar baru masih tidak konsisten dengan kecerahan sumber warna yang diketahui, instrumen di atas satelit akan memberi sinyal bahwa sensor masih perlu untuk dikalibrasi ulang, atau menyesuaikan sensitivitasnya.
Secara teoritis, Bulan akan menjadi sumber kalibrasi yang sempurna. Tim juga melakukan pengukuran cahaya bulan di seluruh sisi yang terlihat dalam spektrum inframerah dekat, dari jenjang 380 hingga 1.000 nanometer.
Setiap bandwidth yang mereka ukur hanya beberapa nanometer lebih lebar. Hal ini, bisa untuk membuat profil kecerahan bulan yang sangat rinci.
Dari informasi yang disebutkan, tim masih akan menganalisis data itu. Sebab masih diperlukan banyak penerbangan untuk tiga hingga lima tahun mendatang