REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang akhir tahun, Gerhana Matahari Cincin (GMC) akan melintasi beberapa wilayah di Indonesia pada 26 Desember. Momentum ini pun dimanfaatkan untuk melakukan edukasi.
Hendro Setyanto misalnya. Praktisi astronomi lulusan ITB ini memilih untuk ekspedisi memburu GMC ke Singkawang Bersama observatorium Imah Noong yang ia dirikan.
“Saya juga akan ajak keluarga, total 10 orang. Jadi kami akan mengemas GMC sebagai sarana edukasi dan hiburan keluarga,” kata dia ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (18/12).
Dalam ekspedisi yang akan dilakukan selama dua hari sejak 25 hingga 27 itu, pengamatan akan difokuskan dari setiap kontak GMC. Namun demikian, ia menegaskan bahwa pengamatan yang akan dilakukan, lebih kepada berburu fotografi untuk selanjutnya dipamerkan kepada masyarakat.
“Kami lebih ke arah pengamatan timing dan fotografinya. Tidak akan terlalu ke penelitian yang berat,” katanya.
Dia menegaskan, dalam pelaksanaan ekspedisi kali ini, pihaknya akan berangkat bersama lembaga antariksa dan penerbangan (LAPAN), Lembaga dan komunitas terkait untuk memantau GMC. Kendati demikian, lokasi pengamatan tersebut akan dilakukan terpisah satu sama lain.
“Karena kepentingan. Kami sendiri akan mengamati dari centernya,” kata dia.
Menurut dia, dalam ekspedisi kali ini, pihaknya berencana untuk membawa kacamata gerhana buatannya, yang sebelumnya sempat memenangkan rekor MURI sebagai kacamata gerhana terbesar di dunia. Ukuran tersebut akan diperbesar kembali dari yang sebelumnya memiliki Panjang Sembilan meter menjadi 12 meter.
Kepada Republika dia memaparkan tips untuk mengamati GMC, meskipun ada besaran yang berbeda di setiap wilayahnya. Untuk mengamatinya secara jelas, cukup hanya menggunakan kaca mata gerhana, dan tidak perlu memaksakan pengamatan tersebut.
"Dan tidak dianjurkan melihat gerhana tanpa alat yang laik. Karena efeknya bisa merusak,” ucap dia.