REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suara dari seorang tokoh agama di zaman Mesir kuno dapat didengar untuk pertama kalinya, setelah 3.000 tahun lamanya. Dilansir Live Science, hal ini berhasil dilakukan berkat rekonstruksi terperinci dari saluran suara pada sisa-sisa mumi.
Para peneliti dalam proyek ini menggunakan pemindaian medis interior dari sebuah mumi yang terkenal, bernama Nesyamun. Mumi dari Nesyamun saat ini berada di Museum Leeds, Inggris, di maa proses pembuatan model digital 3D dari bagian tenggorokan dan mulut dilakukan, serta dibuat melalui printer 3D.
Saluran vokal yang dicetak 3D kemudian digabungkan dengan laring artifisial untuk menciptakan kembali suara tunggal dari suara Nesyamun. Ini merupakan suara yang tidak pernah terdengar lagi sejak abad ke-11 Sebelum Masehi (SM).
Para peneliti mengatakan bahwa suara yang dihasilkan adalah frekuensi dasar dari suara Nesyamun. Ini terletak diantara suara vokal dalam kata-kata bahasa Inggris, yaitu bed (kasur) dan bad (buruk).
Meski demikian, menentukan bagaimana suara Nesyamun terdengar, menjadi proses yang cukup rumit. Postur saluran vokal mumi tidak diatur untuk berbicara kata-kata atau suara tertentu, melainkan sesuai dengan posisi penguburannya.
“Selain itu, lidah mumi telah kehilangan sebagian besar ototnya dan langit-langit lunaknya hilang,” ujar para peneliti melalui sebuah pernyataan tertulis dalam Scientific Reports.
Upaya untuk mereproduksi suara-suara kuno sebelumnya tidak menghasilkan kesuksesan, namun hanya dapat mendekati tujuan. Peneliti saat ini menghidupkan rekonstruksi wajah dengan perangkat lunak.
“Sebagai perbandingan, suara suara Nesyamun didasarkan pada saluran vokal yang masih ada tersimpan lebih dari tiga milenium," tulis para peneliti.
Nesyamun hidup pada sekitar 1100 SM, di masa pemerintahan Dinasti ke-20 raja Mesir Ramses XI. Ia naik pangkat sebagai imam waab di Karnak, dekat Luxor, Mesir Hulu, tepatnya di tepi timur Sungai Nil.
Sebagai seorang imam waab, Nesyamun diizinkan mendekati patung Amun, yang saat itu merupakan dewa-dewa Mesir kuno. Ia diperkirakan meninggal pada usia 50-an karena mengalami reaksi alergi yang parah.
Hampir 3.000 tahun kemudian, mumi dari Nesyamun ditemykan di kuil di Karnak. Mumi ini dipindahkan ke Museum Leeds pada 1823. Jenazahnya, serta peti mati dari sosok ini juga menjadi bagian peninggalan Mesir kuno kuno yang telah diteliti dengan baik.
David Howard, penulis utama penelitian baru dan seorang profesor teknik elektronik di Royal Holloway, bagian dari Universitas London mengatakan mumi Nesyyamun adalah pilihan yang bagus untuk mempelajari bunyi suara kuno. Ia berharap pemahaman ilmiah tentang bagaimana suara manusia diciptakan dapat dikombinasikan dengan pengetahuan tentang bahasa Mesir kuno untuk merekonstruksi bagian-bagian yang lebih panjang dari pidato Nesyamun.
“Itu sangat cocok, mengingat usia dan pengawetan dari jaringan lunaknya yang tidak biasa,” ujar Howard.
Gagasan untuk menciptakan kembali suara Nesyamun berasal dari kolaborasi antara Howard dan rekan penulisnya, arkeolog Universitas York, John Schofield. Schofield telah melihat Howard mendemonstrasikan organ saluran vokalnya, sebuah instrumen yang menghasilkan suara dari salinan 3D dari saluran vokal manusia, hingga diskusi beralih ke mumi Nesyamun.
Sebelum memeriksa mumi, para peneliti harus berurusan dengan masalah etika terkait dengan memeriksa seseorang tanpa persetujuan. Mereka menggunakan metode penelitian yang tidak merusak, dan memperhitungkan prasasti pada peti mati.
Dalam penelitian itu, diketahui bahwa Nesyamun berharap untuk dapat menghadap dewa-dewa, seperti yang ia lakukan selama dahulu bekerja. Karenanya, para peneliti menafsirkan itu adalah keinginan untuk dapat berbicara lagi setela kematian.
Howard dan Schofield mengatakan mereka berharap rekonstruksi pidato Nesyyamun, mungkin melafalkan doa Mesir kuno. Ini kemudian dapat ditampilkan di kuil Karnak di Mesir untuk para turis di zaman modern.