REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) sedang melakukan studi kelayakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Kalimantan Barat. Uji kelayakan yang dilakukan merupakan tugas yang diberikan kepada Batan oleh Kementerian Riset dan Teknologi.
Purnomo menjelaskan, pada tahun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024, Batan mendapatkan tugas tersebut dari pemerintah. Pada dasarnya, tugas yang diberikan pada Batan yakni sebagai koordinator di tiga kegiatan yang masuk ke dalam prioritas riset nasional (PRN).
"Salah satunya adalah prototipe PLTN skala komersial," kata Kepala Bagian Humas Batan, Purnomo, dihubungi Republika, Jumat (31/1).
Ia menjelaskan, pada tahap ini tugas Batan adalah melakukan uji kelayakan. Lokasi tapak yang dipilih adalah Kalimantan Barat karena secara geografis, wilayah tersebut lebih aman untuk membangun PLTN. Selain itu, ia mengatakan, pemerintah daerah meminta Kalimantan Barat dijadikan lokasi PLTN.
Uji kelayakan, kata Purnomo, diperkirakan selesai dua hingga tiga tahun. Setelah itu, yang akan membangun PLTN bukan Batan yakni BUMN atau koperasi. "Di undang-undang sudah dinyatakan bahwa yang membangun itu bisa BUMN, bisa koperasi," kata Purnomo.
Purnomo menjelaskan, setelah uji kelayakan, maka Batan akan membuat sebuah rekomendasi untuk pemerintah. "Dari studi kelayakan tersebut, nantinya akan muncul rekomendasi bahwa tapak yang dikaji tersebut layak atau tidak untuk dibangun PLTN," kata dia menjelaskan.
Pada Rakornas Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN), prototipe PLTN skala industri yang merupakan inovasi Batan ditampilkan. Menristek/Kepala BRIN, Bambang Brodjonegoro mengatakan prioritas riset nasional di antaranya adalah PLTN skala industri.
Bambang mengatakan, PLTN harus disiapkan agar Indonesia bisa memenuhi melonjaknya kebutuhan listrik di masa depan. Ia pun mendorong agar Batan terus menyiapkan teknologinya dan memastikan operasi PLTN berlangsung dengan aman, baik konsumsi maupun operasi.
Kalimantan Barat, kata dia merupakan lokasi di Indonesia yang memiliki risiko gempa kecil sehingga tepat untuk membangun PLTN. Selain itu, ia juga menilai, Indonesia memiliki sumber daya manusia yang mumpuni untuk pembangunan PLTN.
"Kita harus mengantisipasi ketika permintaan listrik naik dan konsumsi listrik per kapita di Indonesia juga naik seiring dengan kemajuan ekonomi Indonesia, maka kita harus mengantisipasi apabila fossil fuel tidak lagi menjadi bagian dari energi ini, jadi harus ada pengganti yang reliable dari batu bara," kata Bambang.