Kamis 16 Dec 2010 00:25 WIB

Studi: Teknologi Informasi Bikin Manusia Hidup di "Laboratorium Percobaan"

Rep: Agung Sasongko/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Orang-orang menikmati beselancar di Kafe Internet (Ilustrasi)
Foto: Washington Times
Orang-orang menikmati beselancar di Kafe Internet (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON--Kemudahan komunikasi yang ditawarkan teknologi abad 21 seperti surat elektronik dikhawatirkan peneliti di Inggris akan menjadikan manusia seolah hidup dalam "laboratorium percobaan".

Nicholas Carr, mantan editor eksekutif dari Harvard Business Review mengatakan arus informasi secara berlebihan menjadikan komunikasi yang terbangun dalam interaksi sosial menjadi sia-sia. Artinya, manusia tidak butuh lagi berkomunikasi dengan manusia lain secara nyata lantaran disuapi arus informasi tangan kedua.

"Arus informasi yang berlebihan memungkinkan seseorang terkena sindrom Distribute Attention Disorder (DAD) atau sindrom terbaginya perhatian terhadap informasi," papar Carr.

Ia menyebutkan berdasar data, sebagian besar pekerja kantoran memeriksa email mereka sampai 30 kali satu jam.  "Apa yang membuat pesan digital menjadi lebih menarik adalah ketidakpastian mereka. Selalu ada kemungkinan bahwa sesuatu yang penting sedang menunggu kita di kotak masuk," papar dia seperti dikutip Dailymail, awal pekan.

Carr mengingatkan terhadap konsekuensi yang tak terlihat pada kesehatan otak manusia sebagai akibat kecanduan pesan digital. Perkataan Carr terbukti. Satu bulan terakhir ilmuwan paling terkemuka di negara itu telah memperingatkan kepada masyarakat ihwal obesesi terhadap situs jejaring sosial yang berpotensi merubah cara kerja otak seseorang.

Pakar tersebut, Susan Greenfield, meyakini penggunaan internet dalam batas berlebihan menyebabkan pendeknya rentang perhatian, mendorong kepuasan instan dan kehilangan rasa empati. Senada dengan Greenfield, pakar syaraf menyimpulkan teknologi diduga berada di balik peningkatan 'mengkhawatirkan' dalam gangguan perhatian dan pertumbuhan konsumsi obat anti-hiperaktif, Ritalin.

"Menggunakan mesin pencari untuk menemukan fakta-fakta mungkin menghalangi kemampuan kita untuk belajar. sementara permainan komputer mungkin membuat kita lebih sembrono," ujarnya. "Kita harus mengendalikan kehidupan kita sendiri dan masyarakat. Jika kita tidak, siapa lagi yang akan memulainya," imbuhnya.

Secara terpisah, Maryanne Wolf, ahli syaraf kognitif dari Tufts University of Massachusetts mengatakan cara kerja otak diasah melalui membaca buku akan hilang manfaatnya saat individu lebih banyak menghabiskan waktu di depan komputer. "Butuh waktu untuk berpikir secara mendalam tentang informasi dan kita akan menjadi terbiasa untuk pindah ke gangguan berikutnya," pungkasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement