Selasa 18 Mar 2014 11:14 WIB

Crowdsourcing: Dahsyatnya Kekuatan Mata dan Telinga Dunia

Red: Taufik Rachman
satelit (ilustrasi)
satelit (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Proyek pencarian melibatkan masyarakat (crowdsourcing) tengah menjadi tren saat ini. Dulu crowdsourcing dianggap sebagai cara hotel dan restoran mereview situs-situs seperti Yelp, namun kini para ilmuwan telah menemukan cara dalam memanfaatkan kekuatan banyak pasang mata dan telinga.

Dalam kasus hilangnya pesawat Malaysia Airlines MH370, misalnya, perusahaan satelit DigitalGlobe mengungkapkan bahwa area pencariannya kini mencakup 24.000 km persegi dan foto-foto telah diimbuhkan setiap hari, termasuk sebuah area baru di Samudera Hindia.

Perusahaan itu mengungkapkan lebih dari tiga juta orang turut serta dalam program ini, dengan sekitar 257 "map view" dan 2,9 juta area di-tag oleh para pengikutserta.

Sebuah studi yang dirilis pekan lalu mendapati fakta bahwa relawan pencari yang mempelajari foto-foto bulan dari NASA melakukan tugas sama baiknya dengan para ilmuwan yang berpengalaman lima sampai 50 tahun.

Stuart Robbins dari Universitas Colorado, yang mengetuai penelitian itu mengatakan crowdsourcing memberi "bukti bahwa kami bisa memanfaatkan kekuatan crowdsourcing dalam mengumpulkan data yang lebih terpercaya dibandingkan yang kami pikirkan sebelumnya."   

Shanley mengatakan crowdsourcing biasanya digunakan pada sektor komersial, tapi kini telah dimanfaatkan lebih luas lagi untuk upaya-upaya masyarakat seperti pada bencana.

Crowdsourcing telah berperan pada bencana Badai Sandy 2012 di timur AS dan juga selama gempa bumi Haiti 2010, namun ada saatnya ketika crowdsourcing dituduh telah disalahgunakan seperti pada Bom Maraton Boston tahun lalu.

Dalam kaitanya dengan respons krisis, Shanley mengatakan, "Anda berhubungan dengan rangkaian data yang amat besar, dan ada banyak suara yang perlu disaring."  

Dia mengatakan penggunaan efektif crowdsourcing memerlukan kekuatan komputasi yang hebat yang bisa memisahkan petunjuk baik dari petunjuk buruk, namun tampaknya kekuatan ini semakin maju saja.

Shanley menegaskan, crowdsourcing di sektor publik hanya melibatkan pelaporan data --seperti survei pertanyaan USGS (MBKG-nya AS) "apakah Anda merasakannya?" tentang misalnya gempa, guna mendapatkan analisis lebih dalam dengan melibatkan masyarakat.

"Semakin maju teknologi membuat kita bisa menyaksikan orang-orang bergerak untuk menjadi relawan guna membantu analisis data dan menyelesaikan masalah," kata dia seperti dikutip AFP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement