REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menyesalkan keluarnya penetapan "fee" kurator yang dibebankan kepada PT Telkomsel oleh PN Niaga Jakarta Pusat senilai Rp 146,808 miliar.
"Penetapan 'fee' kurator sebesar Rp 148,806 miliar merupakan logika hukum yang aneh. Telkomsel sudah dinyatakan menang kasasi, maka pailit itu tidak ada," kata Anggota Komite BRTI Nonot Harsono di Jakarta, Kamis.
Menurut Nonot, penetapan "fee" kurator yang dibebankan kepada Telkomsel tersebut sangat menganggu karena hanya akan menguras energi perusahaan.
Hal lain yang tidak bisa dimengerti adalah jika seandainya Telkomsel menolak pembayaran "fee" itu maka terbuka peluang untuk dituntut pailit kembali dengan konsekuensi penyitaan aset. "Kalau terus-menerus mengurus masalah hukum yang tak jelas penyelesaiannya, kapan operator ini membangun infrastruktur 'broadband'?" kata Nonot.
Telkomsel yang didalamnya terdapat saham Merah Putih pemerintah, bertanggung jawab membangun infrastruktur broadband di negeri ini. Namun sebagai pelaku usaha, bukannya insentif yang diterima Telkomsel tetapi rongrongan demi rongrongan dengan dalih penegakan hukum dan keadilan.
Sementara itu, Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala, menduga ada ketidakwajaran dalam penetapan fee kurator Telkomsel.
Dua hal yang disorot mantan Anggota Komite BRTI ini adalah, pertama, proses pengeluaran penetapan di mana pada tanggal 10 Januari 2013, Telkomsel menerima putusan kasasi dari Mahkamah Agung.
Pada tanggal 11 Januari 2013 keluar Permenkumham No. 1/2013 tentang imbalan jasa kurator. Setelah itu tanggal 14 Januari 2013, ada pengumuman kurator di dua media nasional.
"Logikanya, jika penetapan fee kurator itu keluar tanggal 31 Januari 2013, seharusnya yang dijadikan acuan adalah Permenkumham No. 1/2013, bukan peraturan yang sebelumnya," jelasnya.
Kedua, berdasarkan informasi beredar bahwa majelis hakim yang menetapkan imbalan jasa kurator dan biaya kepailitan untuk Telkomsel adalah majelis hakim yang sama memutus perkara pailit Telkomsel di? Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat dengan No. 48/Pailit/2012/PN. Niaga. Jkt. Pst jo No. 704K/pdt.Sus/2012.
"Secara etika, seharusnya hakim yang memutuskan tidak boleh sama, karena berpotensi menimbulkan konflik kepentingan," kata Kamilov.