Rabu 25 Jun 2014 13:23 WIB

Penggunaan Software tak Berlisensi di Indonesia Turun 2 Persen

Petugas memasang poster kampanye antipembajakan perangkat lunak di salah satu toko elektronik di Mal Taman Anggrek, Jakarta.
Foto: Aditya Pradana Putra/Republika
Petugas memasang poster kampanye antipembajakan perangkat lunak di salah satu toko elektronik di Mal Taman Anggrek, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BSA Global Software menyatakan terima kasih atas dukungan dan upaya keras pemerintah Indonesia. Sehingga, tingkat penggunaan software tak berlisensi dapat diturunkan dua persen. 

"Peningkatan yang terpuji ini terutama berkat dukungan pemerintah, aksi penegakan hukum yang konsisten oleh aparat pemerintah dan meningkatnya kesadaran atas risiko hukum yang terkait dengan penggunaan software tidak berlisensi," ujar Direktur Senior untuk Program Kepatuhan BSA Asia Pasifik, Roland Chan dalam keterangan resmi yang diterima ROL, Kamis (25/6).

Namun, katanya, nilai kerugian bisnis akibat penggunaan software tidak berlisensi tetap melonjak sampai Rp 17,3 triliun pada 2013. Sehingga menghilangkan peluang keuntungan yang menjadi hak industri teknologi informasi. "Kesimpulan sederhana dari masalah ini adalah masih banyak yang perlu dilakukan," lanjut Chan.

Ia menjelaskan, yang terasa mengganggu adalah tidak adanya hubungan antara kesadaran tentang bahaya penggunaan software tidak berlisensi dan langkah nyata yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Karenanya, kalangan bisnis harus dingatkan bahwa software adalah aset strategis bagi setiap organisasi.

Karena, membantu mereka membuat produk, memberikan pelayanan, mengelola operasi di dalam perusahaan dan menjalankan bisnis di pasar dunia. "Untuk mampu bertahan, berbagai organisasi bisnis harus mengelola dan mengoptimalkan aset software mereka untuk menarik manfaat sebesar-besarnya," imbuh Roland Chan.

BSA Global Software melakukan survei setiap dua tahun oleh lembaga riset pasar International Data Corporation (IDC). Tahun ini, survei itu melibatkan pengguna komputer di 34 pasar. Termasuk hampir 22 ribu konsumen dan perusahaan pengguna komputer pribadi (PC). Serta lebih dari dua ribu manajer teknologi informasi. 

Temuan survei itu antara lain, di tingkat global, prosentase komputer pribadi yang dipasangi software tidak berlisensi telah meningkat dari 42 persen pada 2011 menjadi 43 persen pada 2013. Kondisi ini terjadi karena penggunaan komputer pribadi di negara berkembang terus meningkat. Bahkan, telah menjadi bagian mayoritas dari seluruh komputer pribadi yang dioperasikan di dunia. 

Ia menjelaskan, negara berkembang merupakan yang paling banyak menggunakan software tidak berlisensi. "Nilai komersial dari software tidak berlinsensi yang dipasang pada komputer pribadi bernilai total 62,7 miliar dolar AS di seluruh dunia pada 2013," ujarnya.

Temuan lainnya, Asia Pasifik merupakan kawasan dengan tingkat pemasangan software tidak berlisensi pada komputer pribadi yang terbanyak selama 2013. Angkanya mencapai 62 persen. 

Ini berarti, tambah dia, kenaikan dua persen dari catatan 2011. Dengan nilai komersial dari pemasangan software tidak berlisensi di sana mencapai 21 miliar dolar AS.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement