REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perempuan rentan mengalami kekerasan di ranah dalam jaringan (daring) atau online di Internet, sehingga pendiri PurpleCode, Dyhta Caturani, memiliki sejumlah strategi untuk menghadapinya.
Ia mengemukakan, salah satu tantangan menghadapi kasus kekerasan seksual daring adalah tidak adanya hukum yang saat ini ampuh menjangkaunya.
Oleh karena itu, ia menilai, kekerasan seksual terhadap perempuan di Internet lebih sering tidak dianggap sebagai masalah, apalagi kejahatan. Korban pun tidak mendapat perlindungan hukum yang memadai.
Meski demikian, ia menegaskan, potensi kekerasan di dunia maya dapat diminimalisir, dan dapat ditindak lanjuti saat hal itu terjadi.
Dalam kampanye #PositionOfStrength bersama Twitter, Dyhta berbagi strategi dalam menghadapi kejahatan di media sosial sebagai berikut:
1. Dokumentasikan setiap pelecehan (harassment)/ancaman. Jangan dihapus, melainkan simpan sebagai bukti.
2. Laporkan dan blokir (report and block) pihak yang melecehkan.
3. Abaikan.
4. Anonimitas.
5. Pelajari fungsi pengaturan rahasia pribadi (privacy setting) setiap platform media sosial dan aplikasi berbagi foto (photo sharing) yang digunakan.
6. Jangan pernah memposkan informasi data pribadi yang sensitif di Internet.
7. Perlakukan semua informasi data pribadi secara hati-hati, memilah mana yang boleh dan mana yang tidak boleh diposkan ke Internet.
8. Gunakan fungsi laporan posisi (geotagging) dan lokasi (geolocation) secara bijak.
9. Pelajari perangkat keamanan digital, contoh jangan pernah membagikan kata kunci (password) kepada siapapun.
10. Bergabunglah dalam kegiatan kampanye anti-kekerasan terkait teknologi terhadap perempuan.