Selasa 24 Jul 2018 16:02 WIB

Korsel akan Kurangi Pos Jaga di Perbatasan Korut

Korut dilaporkan telah mulai membongkar fasilitas nuklir.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Perbatasan Korut dan Korsel, tampak di belakang turis Amerika terlihat berdiri di area perbatasan Korea Selatan
Foto: AP
Perbatasan Korut dan Korsel, tampak di belakang turis Amerika terlihat berdiri di area perbatasan Korea Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan (Korsel) berencana mengurangi jumlah pos penjagaan serta menarik sejumlah peralatan militer di sepanjang perbatasannya dengan Korea Utara (Korut). Hal itu dilakukan ketika Korut dilaporkan telah mulai membongkar fasilitas nuklirnya.

Dalam sebuah laporan pada Selasa (24/7), dikutip laman Yonhap, Kementerian Pertahanan Korsel mengumumkan rencana komite parlemen untuk mengurangi pasukan pos penjagaan serta peralatan militer di sepanjang perbatasan dengan Korut. Langkah itu merupakan tes awal dari kesepakatan yang telah dicapai kedua negara ketika Presiden Moon Jae-in dan Kim Jong-un bertemu di Panmunjeom pada April lalu.

Salah satu poin kesepakatan adalah mengubah zona demiliterisasi menjadi zona damai. Kemudian ada pula poin tentang mengurangi ketegangan militer yang selama ini kerap terjadi guna menghindari pecahnya perang di Semenanjung Korea.

Selain hendak mengurangi pos penjagaan, Korsel berencana membuka kantor perwakilan permanen bagi kedua negara. Kantor tersebut akan dibangun di Seoul dan Pyongyang. "Kami akan membangun saluran konsultasi sepanjang waktu dengan membuka kantor penghubung gabungan pada pertengahan Agustus," kata Kementerian Unifikasi Korsel pada Selasa (24/7).

 

"Dengan mempertimbangkan kemajuan hubungan antarKorea, kantor penghubung itu dapat diperluas dan dikembangkan menjadi kantor perwakilan permanen di Seoul dan Pyongyang," kata Kementerian Unifikasi Korsel.

Pembangunan kantor penghubung gabungan masuk dalam poin kesepakatan Panmunjeom. Kantor tersebut akan menjadi wadah bagi otoritas kedua negara untuk berkonsultasi, termasuk melakukan kerja sama antarmasyarakat.

Sementara itu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengutarakan kebahagiannya atas situasi di Semenanjung Korea saat ini. "Sebuah roket belum diluncurkan Korut dalam sembilan bulan. Demikian juga, tidak ada uji (coba) nuklir. Jepang senang, semua Asia senang. Tapi berita palsu mengatakan, tanpa pernah menanyakan kepada saya (selalu sumber anonim), bahwa saya marah karena (denuklirisasi) tidak cukup cepat. Salah, sangat senang!" kata Trump melalui akun Twitter pribadinya pada Senin (23/7).

Setelah melakukan pertemuan dengan Moon Jae-in pada April, Kim Jong-un melakukan pertemuan dengan Trump di Singapura pada 12 Juni. Terdapat empat hal yang disepakati Trump dengan Kim seusai pertemuan, pertama Korut dan AS setuju menjalin hubungan baru yang mengarah ke perdamaian. Kedua, baik AS maupun Korut setuju untuk membangun rezim yang stabil di Semenanjung Korea.

Ketiga, mengacu pada Deklarasi Panmunjeom, Korut menyatakan berkomitmen melakukan denuklirisasi menyeluruh di Semenanjung Korea. Kemudian terakhir, kedua negara sepakat memulangkan tahanan perang atau tentara yang dinyatakan hilang dan telah teridentifikasi.

Kendati telah menghasilkan kesepakatan, sama seperti Uni Eropa, AS menyatakan sanksi terhadap Korut tak akan dicabut. Sanksi baru akan dilepaskan ketika negara tersebut melakukan denuklirisasi secara penuh dan lengkap.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement