Sabtu 10 Nov 2018 21:38 WIB

Klaim Kesepakatan Bendera Tauhid, Menag: Tak Benar

Pertemuan hanya menyepakati pemulian kalimat tauhid bukan bendera.

Red: Nashih Nashrullah
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin (kiri)
Foto: Republika TV/Wahyu Suryana
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin angkat bicara terkait beredarnya informasi yang menyebutkan kesepakatan pada pertemuan antara pemerintah dengan sejumlah tokoh umat Islam di Kemenko Polhukam, Jumat, 9 November 2018, bahwa bendera tauhid bukan bendera terlarang. 

Pertemuan ini dihadiri, Menko Polhukam Wiranto, Menag Lukman Hakim Saifuddin, serta perwakilan PBNU, MUI, FPI, dan sejumlah ormas Islam lainnya.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memastikan tidak ada kesepakatan tentang apa itu "bendera tauhid". Ia menegaskan bahwa yang disepakati dalam pertemuan itu adalah semua pihak memuliakan "kalimat tauhid". 

Selanjutnya Menag secara eksplisit menyatakan bahwa persoalan saat ini adalah bagaimana cara memuliakan "kalimat tauhid" tersebut. Sebab, seiring kebebasan berekspresi, orang melakukan bermacam-macam tindakan dengan menggunakan tulisan "kalimat tauhid".

"Ini tentu domain ulama untuk memberikan arahannya," jelas Menag usai upacara Peringatan Hari Pahlawan di Bandung, Sabtu (10/11) dalam keterangannya kepada Republika.co.id.

"Jadi, yang disepakati adalah bahwa kalimat tauhid harus dimuliakan. Tapi bagaimana cara kita memuliakannya, di sini masih beragam pandangan," tandasnya. 

Menurut Menag, banyak pertanyaan muncul di masyarakat. Bolehkah kalimat tauhid dipasang di jaket, kaos, topi, stiker, bendera, dan lainnya yang saat digunakan justru berpotensi terhinakan karena dikenakan tidak pada tempatnya? 

Menag menilai bahwa hal itu menjadi domain para ulama, pimpinan MUI, dan tokoh ormas Islam untuk merumuskan ketentuannya. 

"Ketentuan tersebut diperlukan agar didapat cara pandang yang sama di kalangan umat dalam memuliakan kalimat tauhid,"  jelasnya.

Sebelumnya beredar firal video yang berisi pernyataan Ketua Front Santri Indonesia FSI Habib Hanif Alattas. Dalam pernyataannya itu dia mengatakan, bahwa di antara kesepakataan terpenting selain penguatan persatuan, adalah terkait bendera.

Berikut ini transkrip pernyataan Habib Hanif: “Tadi sudah disepakati dan dijelaskan di hadapan Menkopolhukam, Menteri Agama, Sekjen PBNU, Banser dan ormas lainnya, yang tidak boleh adalah bendera Hizbut Tahrir Indonesia HTI (sambil menunjukkan salinan gambar bendera bertuliskan kalimat tauhid dan HTI). Tadi sudah dijelaskan secara gamblang. Tapi yang ini tidak pernah dilarang di Indonesia (sambil menunjukkan salinan kertas bertuliskan kalimat tauhid dengan warna hitam) dan sudah disepakati oleh forum. Artinya ke depan, bendera ini, tidak boleh disweping, dilarang, dikucilkan. Ini sudah menjadi kesepakatan di NKRI, apalagi di bakar. Mudah-mudahan dengan kesepakatan ini bendera ini wajib dimuliakan dan dihormati dan tadi sudah dari PBNU sudah minta maaf, Banser juga sudah minta maaf.”  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement