Rabu 11 Dec 2019 04:49 WIB

Perpres Penanganan Tuberkulosis Diminta Segera Dirampungkan

Perpres bantu capai standardisasi penanganan Tuberculosis di setiap daerah.

Red: Indira Rezkisari
Pria sedang menjalani pengobatan Tuberkulosis.
Foto: EPA
Pria sedang menjalani pengobatan Tuberkulosis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyakit yang membayangi masa depan Indonesia. Betapa tidak, dari data Stop TB Partnership disebutkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan beban Tuberkulosis tertinggi di dunia, hampir satu juta orang terkena penyakit ini tiap tahun. Bersama India, Indonesia mengalami kenaikan tertinggi pelaporan kasus Tuberkulosis sejak 2015.

Menyikapi hal tersebut, Ketua Dewan Pembina Stop TB Partnership Indonesia Arifin Panigoro mengatakan bahwa selama ini usaha pemerintah dalam menekan jumlah penderita Tuberkulosis belum maksimal. Karena itu ia mendorong Peraturan Presiden yang khusus membahas soal penanganan Tuberkulosis segera dirampungkan.

Baca Juga

Pada Senin (9/12), Arifin bersama tim Stop TB Partnership Global juga telah menemui Presiden Joko Widodo untuk membahas upaya eliminasi atau pemberantasan Tuberkulosis di Indonesia. Pertemuan itu juga sekaligus untuk mendorong percepatan Perpres tentang penanganan Tuberkulosis.

“Perpres ini katanya sudah 50 persen, makanya kita coba dorong untuk segera dikebut. Menko PMK juga hadir kemarin, dari Kementerian Kesehatan juga ada, pokoknya kami bilang bahwa pemberantasan TB ini sangat penting,” jelas Arifin saat ditemui usai diskusi tentang Tuberkulosis di The Westin Jakarta, Selasa (10/12).

Untuk memberantas Tuberkulosis di Indonesia, menurut Arifin, perlu ada intervensi dari berbagai pihak dan sinergitas antara pemerintah pusat dan daerah dalam menangani Tuberkulosis di Indonesia. Sebab, penanganan dan pencegahan Tuberkulosis tidak bisa efektif jika dinas kesehatan di setiap daerah tidak memiliki visi yang sama.

“Indonesia kan punya lebih dari 500 kota/kabupaten yang memiliki dinas kesehatan masing-masing. Kepala dinas itu juga yang memilih kepala daerahnya, dan selama ini seringkali terjadi gap antara pusat dan daerah. Masalah otonomi daerah yang seperti ini yang harus kita antisipasi,” kata Arifin.

Arifin mengatakan, pertemuan dengan presiden kemarin juga untuk mengenalkan Global Plan Memberantas TB 2018-2022 yang diinisiasi Stop Tb Partnership. Global plan ini disebutkan sebagai sebuah rencana baru mempercepat pemberantasan Tuberkulosis. Adapun pembiayaannya didasarkan pada komitmen yang dibuat pada Pertemuan Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pengakhiran Tuberkulosis (UNHLM) tahun 2018 untuk mengurangi kematian 1,5 juta orang akibat Tuberkulosis pada tahun 2022.

Menurut global plan itu, pendanaan akan digunakan untuk upaya pencegahan, perawatan, dan R&D TB. Saat ini, pendanaan untuk pengobatan dan pencegahan Tuberkulosis mencapai kurang dari 7 miliar dolar AS per tahun dan harus digandakan menjadi setidaknya 14 miliar dolar AS per tahun. Jika rencana Global ini sepenuhnya didanai dan diimplementasikan, negara-negara diklaim akan mencapai UNHLM pada target pengobatan Tuberkulosis yang ditetapkan untuk 2022.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement