Ahad 05 Apr 2020 19:10 WIB

Isyarat Nubuwat tentang Pandemi dan Ikhtiar Mengatasinya

Corana yang saat ini mewabah secara global, sudah diprediksikan oleh Nabi SAW.

Red: Heri ruslan
Secara spesifik, Rasulullah SAW pun memberikan contoh konkret sebagai upaya untuk menyelamatkan diri sebisa mungkin dari buruknya virus yang mematikan.
Foto: The Central Hospital of Wuhan via Weibo/Hando
Secara spesifik, Rasulullah SAW pun memberikan contoh konkret sebagai upaya untuk menyelamatkan diri sebisa mungkin dari buruknya virus yang mematikan.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imron Baehaqi*

Empat belas abad yang lalu, Rasulullah SAW telah menyampaikan  berbagai isyarat kenabiannya tentang perkara-perkara yang akan terjadi di akhir zaman kepada para sahabatnya.

Tentunya, isyarat ini menjadi pelajaran dan hikmah berharga bagi kita sebagai pengikutnya.

Khusus berkenaan dengan turunnya wabah atau tha'un berjenis Covid 19 atau lebih dikenal dengan nama Corana  yang sekarang tengah mewabah secara global, termasuk di negera kita adalah termasuk peristiwa wabah yang sudah diprediksikan oleh Baginda Nabi SAW. Bahkan Beliau SAW telah mengingatkan, sumber petaka itu  berasal  dari arah Timur, yaitu arah terbitnya tanduk setan atau tanduk cahaya matahari (HR Bukhari). 

Secara geografis, arah Timur meliputi Benua Asia, Eropa Timur dan Rusia. terkadang dilihat dari jauhnya jarak ke Eropa. negara Arab, Israel dan Turki dikategorikan sebagai negara Timur Tengah atau kadangkala Timur Dekat. Sementara itu negara-negara Asia di sebelah timur India, disebut sebagai Timur Jauh.

Apabila dikaitkan dengan epidemi saat ini, isyarat Rasulullah SAW benar dan terbukti. Dimana wabah Covid 19 yang menyebabkan kematian masal dan meluas ini berasal dari arah Timur, yaitu kota Wuhan di Cina.

Di samping isyarat nubuwatnya berupa petaka yang akan terjadi,  Rasulullah SAW juga memberikan isyarat berupa petunjuk atau solusi yang sejatinya harus menjadi pedoman umat dalam menghadapi petaka wabah penyakit tersebut.

Dalam ajaran Islam, wabah atau tha'un (virus) tertentu diyakini sebagai bentuk  azab yang Allah turunkan kepada orang-orang yang selama ini memilih jalan kekufuran dan suka berbuat kerusakan. Adapun tha'un yang menimpa orang-orang yang beriman  diyakini sebagai rahmat atau kebaikan daripada Allah SWT. Bagi orang-orang Mukmin yang berusaha berlindung dari buruknya wabah, misalnya dengan menetap di rumah (stay at home), dengan penuh keyakinan, tawakal, kesabaran, dan harapan akan memperoleh pahala dari sisi Allah SWT, Bahkan baginya adalah balasan pahala seperti orang yang mati syahid, meskipun dia masih hidup.    

Dari Aisyah RA, bahwasanya dia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang wabah (tha'un), maka Rasulullah SAW mengabarkan kepadaku: "Bahwasannya wabah (tha'un) itu adalah adzab yang Allah kirim kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah jadikan sebagai rahmat bagi orang-orang beriman. Tidaklah seseorang yang ketika terjadi wabah (tha'un) dia tinggal di rumahnya, bersabar dan berharap pahala (di sisi Allah) dia yakin bahwasanya tidak akan menimpanya kecuali apa yang ditetapkan Allah untuknya, maka dia akan mendapatkan seperti pahala syahid" (HR Bukhari).

Bagaimana dengan orang Mukmin yang terinfeksi wabah atau tha'un ini ketika dia berada di luar rumah, baik ketika di dalam perjalanan, di pasar atau ketika menunaikan shalat berjamaah di masjid, apakah berlaku pahala mati syahid baginya?  

Maka berdasarkan keumuman lapaz dari hadits Nabi SAW, orang Mukmin yang meninggal dunia karena terkena wabah penyakit tersebut tetap dikategorikan sebagai orang yang mati syahid. Sebagaimana dijelaskan dalam riwayat dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang mati syahid ada lima macam, yaitu orang yang kena tha’un (wabah), orang yang mati karena sakit perut, korban tenggelam, korban yang tertimpa reruntuhan, dan orang syahid di jalan Allah.’” (HR Bukhari dan Muslim).

Di tengah berlangsungnya pandemi ini, maka upaya menyelamatkan diri adalah  sesuatu yang diperintahkan dalam Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya akan terjadi sebuah petaka (fitnah), di mana orang yang terlentang di dalamnya adalah lebih baik daripada orang yang duduk, dan orang yang duduk di dalamnya adalah lebih baik daripada orang yang berdiri, dan orang yang berdiri adalah adalah lebih baik daripada orang yang berjalan, dan orang yang berjalan adalah lebih baik daripada orang yang berlari-lari kecil."

Ia berkata, "Wahai Rasulullah apa yang Anda perintahkan untukku?" beliau berkata, " Barangsiapa mempunyai unta hendaknya menyusul untanya, dan barangsiapa yang mempunyai kambing, hendaknya menyusul kambingnya, dan barangsiapa yang mempunyai tanah hendaknya menuju ke tanahnya."

Rasulullah SAW berkata, "Dan barangsiapa yang tidak mempunyai apa-apa dari semua itu, maka hendaknya ia bersandar pada pedangnya, lalu hendaknya ia memukulnya dengan batu, kemudian hendaklah ia menyelamatkan diri sebisa mungkin" (HR Muslim).

Secara spesifik, Rasulullah SAW pun memberikan contoh konkret sebagai upaya untuk menyelamatkan diri sebisa mungkin dari buruknya virus yang mematikan. Cara Nabi SAW ini,  sekarang dikenal dengan istilah social fisic distancing, Lockdown, self isolation, dan stay at home. Misalnya, sabda Nabi SAW, "Tha'un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah SWT  untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka, apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu keluar darinya." (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).

Dalam riwayat lain, Nabi SAW bersabda tentang hari-hari petaka di mana seseorang tidak merasa aman dari teman duduknya."Ketika beliau SAW ditanya bagaimana sarannya untuk menghadapi situasi zaman seperti itu, maka Nabi Muhammad bersabda, "Menjaga lidah dan tanganmu dan hendaknya engkau menjadi penghuni rumahmu." (HR. Abu Dawud).

Hadits ini mengandung makna, bahwa perkataan dan perbuatan hendaklah dikontrol dan dijaga, terutama pada saat musibah wabah tengah terjadi. Karena sebagaimana dijelaskan di atas,  wabah ini sebagai azab, karenanya sangat tidak terpuji jika seorang Mukmin  meremehkan dan menjadikannya sebagai bahan canda dan gurau. Selain itu banyak berdiam di rumah pada waktu itu merupakan salahsatu upaya pencegahan dari Nabi SAW  untuk menghindari dan meminimalisasi penularan wabah. 

Karenanya, Rasulullah juga menganjurkan untuk isolasi bagi yang sedang sakit dengan yang sehat agar penyakit yang dialaminya tidak menular kepada yang lain. Hal ini sebagaimana hadis: "Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat" (HR Bukhari dan Muslim)

Dan hal sangat penting untuk kita ketahui, bahwa dalam kondisi musibah global ini,  setiap manusia hendaklah  sadar dan insyaf atas kealpaannya selama ini. Sebelum terlambat, segeralah ikuti petunjuk jalan yang lurus, yaitu beriman dan beribadah hanya kepada Allah SWT.  Lebih-lebih bagi orang-orang yang beriman, di saat terjadinya petaka ini hendaklah memperbanyak ibadah, dzikir dan doa kepada Allah SWT. Dari Ma'qil  bin Yasar RA, Rasulullah SAW bersabda: "Ibadah pada saat terjadi al-Harj (chaos) keutamaannya seperti orang yang hijrah kepadaku." (HR. Muslim)

Betapa besar nilai suatu ibadah di saat situasi yang serba sulit, takut dan cemas. Analogi keutamaan ibadah yang dikerjakan pada kondisi yang penuh kesulitan dan kebingungan atau harj (chaos) itu laksana berzhijrah kepada Rasulullah SAW. Imam an-Nawawi menyatakan, bahwa yang dimaksud  dengan harj adalah fitnah dan praharanya urusan manusia. Keistimewaan ibadah di dalamnya, karena pada umumnya banyak orang yang melupakan dan mengabaikan urusan ibadah kepada Allah. Termasuk di saat terjadi harj, mereka lalai dan sibuk dalam menghadapi petaka yang tengah terjadi, kecuali sedikit saja golongan yang tekun, komitmen dan sungguh-sungguh dalam beribadah sebagai kewajiban seorang hamba kepada Tuhan-Nya. 

Fatwa MUI dan Ormas Islam tentang pelaksanaan ibadah di rumah, karena situasi darurat pandemi Covid 19 ini hendaklah dipatuhi dan direspons secara positif. Sebab, fatwa ini bertujuan untuk mencapai kemaslahatan dan keselamatan. 

Adapun jika ada sebagian umat Islam yang menyatakan pandangan berbeda dengan fatwa tersebut, maka hal itu dapat dipandang sebagai sesuatu yang wajar, mengingat persoalannya termasuk masalah fiqih ikhtilaf, ditambah situasi di daerah yang berbeda-beda. 

Karenanya perdebatan panjang dengan mengemukakan  argumen dan dalil yang sarat saling menyalahkan dan memaksakan pendapat bukanlah hal yang terpuji dan tepat untuk dilakukan, apalagi di saat seperti ini.  Karena hal itu hanya akan memancing emosi, kekecewaan dan kebencian saja, bahkan menyulut permusuhan yang dapat merusak hubungan persaudaraan di antara umat Islam. 

Oleh karena itu,  dalam perbedaan ini, setiap mukmin hendaklah menebarkan energi positif, saling-menolong, membela, saling menghormati dan menghargai.

Selain berikhtiar dan doa yang terbaik, penting juga kita mentadaburi QS al-Jumu'ah ayat 8. Bahwa yang  namanya kematian, kemana pun manusia berlari, berlindung dan bersembunyi, maut akan tetap menjumpainya, baik di rumah, di pasar, di masjid, dan di mana pun. Dan bekal utama yang wajib kita jaga dalam situasi apapun pun adalah iman kepada Allah dan beramal saleh. Karena itulah yang menjadi bekal keselamatan sesungguhnya.

Dalam menghadapi berbagai kesulitan, termasuk fitnah akhir zaman ini, seorang ilmuwan Muslim, Ibn Sina juga pernah mengatakan, "Kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah permulaan kesembuhan." 

Akhirnya, kita berusaha untuk meneladani Rasulullah SAW dalam menghadapi pandemi ini. Melakukan perlindungan yang terbaik dan saling berdoa, semoga semua selamat dari bahaya segala penyakit, khususnya wabah corona saat ini. Dan semoga badai wabah ini segera berlalu, dlm keadaan kita sehat wal'afiat. 

Bagi saudara-saudara kita yang terpapar sakit, kita berharap agar mereka diberikan kesembuhan. Demikian juga bagi orang mukmin yang meninggal dunia karena wabah ini, mudah-mudahan dicatat sebagai orang yang mati syahid.

Kepada pemerintah pusat dan daerah, khususnya tim medis sebagai garda terdepan dalam menangani petaka pandemi Covid 19 ini diharapkan mampu bekerja profesional dan maksimal. Selain menyediakan Rumah Sakit khusus bagi pasien yang positif terinfeksi Corona, pemerintah juga berkewajiban menyediakan fasilitas medis yang memadai, termasuk Alat Pelindung Diri (APD) bagi dokter dan tim medis yang merawat para pasien. Semoga Allah memberikan kesabaran, kekuatan dan pertolongan kepada kita semua. Sehingga epidemi global ini segera berakhir dan kehidupan kembali normal. Wallahu Al-Musta'an.

 

*Penulis adalah:

● Dosen AI-Islam dan Kemuhammadiyahan di FIKES UHAMKA 

● Pengurus Lembaga Dakwah Khusus (LDK) PP Muhammadiyah 

● Ketua Umum Ikatan Alumni Libya  Indonesia (IKALI)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement