REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) mencatat masih banyak bisnis BBM ilegal yang terjadi di Indonesia. Bisnis illegal ini mencakup tak hanya soal operasional di darat tetapi juga di laut.
Direktur BBM BPH Migas Patuan Alfon Simanjuntak mengatakan bahwa bisnis bahan bakar minyak (BBM) ilegal dilakukan dengan sejumlah modus, antara lain membeli minyak kencingan dari Izin Niaga Umum (INU) atau agen, mencampur dengan jenis bahan bakar lain seperti hasil olahan masyarakat (minyak zonk) atau hasil olahan minyak bekas oli, dan membeli dari masyarakat tanpa dokumen.
"Tentu negara dapat dirugikan akibat bisnis ilegal BBM ini," ujar Alfon, beberapa waktu lalu.
Dia menyebutkan, kerugian akibat bisnis ilegal timbul karena di dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas telah diatur bahwa badan usaha yang dapat melakukan kegiatan hilir, yakni Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Umum (BUPIUNU), wajib membayar pajak, bea masuk dan pungutan lain atas impor, cukai, pajak daerah dan retribusi daerah, serta iuran badan usaha.
Sepanjang 2020, BPH Migas mencatat 369 laporan terkait bisnis ilegal BBM di seluruh Indonesia dengan barang bukti sebesar 1.817.752 liter BBM. "Mungkin potensi penyelamatan atas kerugian negara itu senilai Rp16,3 miliar. Ini yang subsidi," kata Alfon.
Dalam menekan bisnis ilegal BBM, BPH Migas melakukan kerja sama dengan berbagai pihak untuk melakukan pengawasan, antara lain Bareskrim Polri, Baharkam Polri, Krimsus Polda di seluruh Indonesia, Bakamla, Angkatan Laut, dan PPNS Migas.
Operasi terpadu bersama dengan pihak terkait dilakukan secara berkala setiap 1 bulan sekali dengan melakukan pemeriksaan kepada konsumen akhir. "Kami lakukan pengawasan ke badan usaha izin niaga umum, agen-agen, BUPIUNU, dengan pintu kegiatan industri, perkebunan, dan pertambangan karena mereka ini end user solar industri terbanyak," tutup Alfon.