Kamis 29 Jul 2021 13:37 WIB

Khamenei: AS Bersikap Pengecut dan Jahat

AS tidak mampu menjamin keberhasilan perundingan nuklir dengan Iran.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei
Foto: EPA-EFE/SUPREME LEADER OFFICE
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan Teheran tidak akan menerima permintaan Amerika Serikat (AS)'yang keras kepala' pada perundingan kesepakatan nuklir 2015. Ia menilai, Washington telah gagal menjamin tidak akan meninggalkan perjanjian itu lagi.

 

Baca Juga

"Amerika benar-benar bersikap pengecut dan jahat," kata Khamenei seperti dikutip stasiun televisi pemerintah Iran, Kamis (29/7).

 

"Mereka pernah melanggar kesepakatan nuklir dengan keluar darinya tanpa sanksi, sekarang mereka dengan eksplisit mengatakan tidak dapat menjamin hal tersebut tidak akan terjadi lagi," tambahnya.

 

Sementara itu dalam pernyataannya juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan pemerintah Presiden Joe Biden 'dengan tulus dan cepat mengejar jalur diplomasi yang berarti untuk kedua negara segera kembali mematuhi perjanjian'. Kesepakatan nuklir Iran 2015 disebut Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

 

Sejak 9 April lalu Teheran dan enam negara besar dunia menggelar perundingan agar AS dan Iran kembali mematuhi JCPOA. Tiga tahun yang lalu mantan Presiden AS Donald Trump mengeluarkan Washington dari perjanjian tersebut.  

 

Perundingan yang sudah digelar sebanyak enam kali itu masih berjalan ditempat. Belum ada pertemuan yang dijadwalkan sejak pertemuan terakhir pada 20 Juni lalu, dua hari setelah ulama garis keras Ebrahim Raisi terpilih sebagai presiden Iran.

 

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan AS sudah tegas siap kembali ke Wina untuk melanjutkan perundingan. "Kami meminta Iran segera kembali ke negosiasi sehingga kami dapat membuat kesepakatan ini," kata juru bicara.

 

Seperti Khamenei, Raisi juga mendukung kembalinya AS dan Iran ke JCPOA. Tapi pejabat-pejabatnya mengatakan pemerintah Raisi mungkin mengambil pendekatan 'garis keras'.

 

Pemerintah Iran dan negara-negara Barat mengatakan perbedaan mencolok menjadi penyebab buntunya negosiasi JCPOA. Berdasarkan kesepakatan itu Iran setuju untuk menahan program nuklirnya dengan imbalan dicabutnya sanksi-sanksi ekonomi terhadap mereka. Iran mengatakan mereka tidak pernah berniat memiliki senjata nuklir.

 

Sanksi-sanksi keras yang diberlakukan Trump pada Iran mendorong negara itu melanggar sejumlah batasan yang telah ditetapkan JCPOA. Namun Teheran mengatakan kebijakan yang mereka ambil dapat dipulihkan kembali bila Washington mencabut sanksi-sanksi tersebut.

Cabut sanksi

 

Biden ingin membawa kembali AS ke JCPOA dan memperluas perjanjian dengan membatas kerja nuklir dan pengembangan Iran. Ia juga ingin menahan aktivitas Teheran di Timur Tengah. Khamenei dengan tegas menambah isu lain ke JCPOA.

 

"Dalam perundingan yang terbaru, Amerika bersikeras pada sikap keras kepala mereka, membuat janji dan di atas kertas mereka mengatakan akan mencabut sanksi, tapi prakteknya mereka tidak melakukan dan tidak akan melakukannya," kata Khamenei.

 

Khamenei mengatakan Washington 'keras kepala' dan bersikeras menambah kalimat dalam kesepakatan yang sudah ada. "Dengan menambah kalimat ini, mereka ingin memberi alasan untuk intervensi lebih lanjut dalam kesepakatan nuklir dan kerja rudal (Iran) dan isu-isu kawasan, maka bila kami menolak membahas isu-isu ini, Amerika akan menuduh Iran melanggar kesepakatan nuklir dan mereka mengatakan kesepakatan akan berakhir," kata Khamenei.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement