Jumat 08 Oct 2021 14:09 WIB

Dewan HAM PBB Batalkan Resolusi Misi di Yaman

Para anggota Dewan HAM PBB memilih untuk menolak resolusi yang dipimpin oleh Belanda

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Salah satu sudut kota di Yaman yang hancur akibat perang.
Foto: Reuters
Salah satu sudut kota di Yaman yang hancur akibat perang.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Bahrain, Rusia, dan anggota Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (HAM PBB) mendorong melalui pemungutan suara resolusi untuk perang di Yaman pada Kamis (7/10). Pemungutan suara ini dinilai sebagai kekalahan yang menyakitkan bagi negara-negara Barat yang berusaha untuk menjaga misi tetap berjalan.

Para anggota memilih untuk menolak resolusi yang dipimpin oleh Belanda. Dorongan ini memberikan waktu dua tahun lagi kepada para penyelidik independen untuk memantau kekejaman dalam konflik Yaman. Ini menandai pertama kalinya dalam 15 tahun sejarah Dewan HAM PBB sebuah resolusi dikalahkan.

Baca Juga

Dalam pemungutan suara yang diadakan oleh sekutu Saudi, Bahrain, dengan 21 negara memberikan suara menentang resolusi Belanda termasuk China, Kuba, Pakistan, Rusia, Venezuela, dan Uzbekistan. Sedangkan sebanyak 18 negara termasuk Inggris, Prancis, dan Jerman memilih untuk mendukungnya.

Ada tujuh suara abstain dan delegasi Ukraina tidak hadir. Amerika Serikat hanya memiliki status pengamat.

Selama debat, Duta Besar Bahrain untuk PBB Yusuf Abdulkarim Bucheeri mengatakan kelompok penyelidik internasional telah berkontribusi menyebarkan informasi yang salah tentang situasi di lapangan di Yaman. Sedangkan Duta Besar Belanda untuk PBB Peter Bekker mengatakan pemungutan suara itu merupakan kemunduran besar.

"Saya tidak bisa tidak merasa bahwa Dewan ini telah mengecewakan rakyat Yaman," kata Bekker kepada para delegasi.

Para penyelidik independen pernah mengatakan di masa lalu potensi kejahatan perang telah dilakukan oleh semua pihak dalam konflik tujuh tahun Yaman. Konflik ini mengadu koalisi pimpinan Arab Saudi melawan Houthi yang bersekutu dengan Iran. Lebih dari 100 ribu orang tewas dan 4 juta mengungsi.

"Dengan pemungutan suara ini, Dewan telah secara efektif mengakhiri mandat pelaporannya, itu telah memotong jalur kehidupan rakyat Yaman ke komunitas internasional," ujar Bekker.

Sekretaris PBB Jenderal Antonio Guterres masih percaya ada kebutuhan untuk akuntabilitas di Yaman. "Kami akan terus mendesak pertanggungjawaban di Yaman, tempat di mana warga sipil telah melihat kejahatan berulang yang dilakukan terhadap mereka," kata juru bicara Stephane Dujarric mengatakan kepada wartawan di New York.

Duta Besar Jerman untuk PBB Katharine Stasch menyatakan mereka  mengakui upaya koalisi yang dipimpin Saudi untuk menyelidiki klaim korban sipil melalui tim penilai insiden bersama. "Kami yakin sangat diperlukan untuk memiliki mekanisme internasional independen yang diamanatkan oleh PBB yang bekerja menuju pertanggungjawaban untuk rakyat Yaman," ujarnya di Jenewa.

Aktivis hak mengatakan pekan ini bahwa Arab Saudi melobi keras terhadap resolusi Barat. Kerajaan bukan anggota pemungutan suara di Dewan HAM PBB dan delegasinya tidak menanggapi permintaan berkomentar.

Ketua kelompok aktivis independen Yaman Mwatana untuk Hak Asasi Manusia, Radhya Almutawakel, mengatakan dia sangat kecewa dengan hasilnya. "Dengan memberikan suara menentang pembaruan GEE hari ini, negara-negara anggota PBB telah memberikan lampu hijau kepada pihak-pihak yang bertikai untuk melanjutkan kampanye kematian dan penghancuran mereka di Yaman," katanya merujuk pada penyelidik yang dikenal sebagai Kelompok Pakar Terkemuka.

Sedangkan John Fisher dari Human Rights Watch menyebut kegagalan untuk memperbarui mandat itu adalah noda pada catatan Dewan HAM PBB. "Dengan memberikan suara menentang mandat yang sangat dibutuhkan ini, banyak negara telah memunggungi para korban, tunduk pada tekanan dari koalisi yang dipimpin Saudi, dan menempatkan politik di atas prinsip," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement