Rabu 20 Jul 2022 14:49 WIB

Anggota DPR Sarankan Bentuk Markas Militer Permanen di Papua

Anggota DPR usulkan pembentukan markas militer di Papua untuk tangani permasalahan

Red: Christiyaningsih
Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno menyarankan agar pemerintah membentuk markas militer secara permanen di Papua.
Foto: DPR RI
Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno menyarankan agar pemerintah membentuk markas militer secara permanen di Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno menyarankan agar pemerintah membentuk markas militer secara permanen di Papua. Hal itu bertujuan untuk menyelesaikan persoalan di Bumi Cenderawasih secara komprehensif dari berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Menurut dia, langkah itu diperlukan karena kondisi di Papua yang masih di bawah ancaman kelompok separatis sehingga membuat situasi mencekam seperti kejadian penembakan di Kampung Nogolait, Nduga, Papua. Akibat insiden tersebut 10 orang tewas.

Baca Juga

"Saya mendorong dibentuk markas-markas militer di Papua bersifat permanen seperti Kodam, Kodim, Koramil, dan pos jaga militer," kata Dave dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk KKB Papua Kembali Berulah, Dimana Kehadiran Negara? di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (20/7/2022).

Dia mengatakan selama ini Satuan Tugas (Satgas) yang ada di Papua sifatnya temporer atau sementara dengan masa tugas sekitar 6-12 bulan. Menurut Dave, jangka waktu tersebut kurang maksimal dalam melakukan pendekatan kultural kepada masyarakat.

Dave berharap keberadaan markas militer secara permanen akan membangun ikatan batin yang kuat dengan masyarakat di Papua sehingga dapat memperkuat dan membangun kecintaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Markas militer bersifat permanen itu agar terjalin komunikasi yang intens dengan masyarakat sehingga saling memperkuat dan membangun kecintaan pada NKRI," ujarnya.

Dave menyoroti berbagai tindak kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua yang terus dilakukan terutama korbannya adalah masyarakat sipil seperti ustaz, pendeta, dan tokoh agama. Menurut dia, kekerasan tersebut terus berulang tidak ada hentinya tapi justru mendapatkan dukungan dari masyarakat internasional.

"Mereka bersembunyi bahwa yang dilakukan KKB bukan terorisme tapi pejuang kebebasan, memperjuangkan hak-hak yang tertindas," katanya.

Dia menilai untuk menyelesaikan persoalan tersebut perlu penegakan hukum pada pihak-pihak yang mendukung tindakan KKB secara logistik, dana, peralatan, intelijen, dan lain-lain. Menurut Dave, konflik yang terjadi Papua salah satunya karena kesejahteraan yang belum merata. Misalnya kue pembangunan dan kegiatan ekonomi di Bumi Cenderawasih sebagian besar bukan dilakukan Orang Asli Papua (OAP) sehingga menimbulkan kecemburuan dan mendorong aksi kriminalitas.

"Kita lihat secara fakta dan data. Seperempat masyarakat di Papua masih di bawah tingkat kemiskinan, literasi masih rendah apalagi di daerah pegunungan. Itu yang menjadi alasan kenapa masih ada konflik yang menyebabkan pertempuran dan pembunuhan," ujarnya.

Politikus Partai Golkar itu mengatakan pemerintah telah melakukan berbagai langkah pendekatan di Papua. Pendekatan bukan hanya dari sisi ekonomi tapi juga kultural dan agama agar pemerataan pembangunan serta akses pendidikan berjalan dengan baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement