Rabu 05 Oct 2022 23:35 WIB

Petrokimia Gresik Klaim Hemat Rp 7,4 Miliar dari Limbah Batubara

Penggunaan FAB mampu menekan biaya pengelolaan limbah menjadi nol rupiah.

Red: Agus raharjo
Petrokimia Gresik
Foto: Istimewa
Petrokimia Gresik

REPUBLIKA.CO.ID, GRESIK--Petrokimia Gresik mengeklaim mampu menghemat Rp 7,4 miliar dengan mengubah limbah batubara atau Fly Ash-Bottom Ash (FABA) menjadi bahan baku pengisi pupuk NPK menggantikan clay. Penghematan diperoleh dari penurunan biaya pengelolaan limbah serta pembelian clay.

Direktur Utama Petrokimia Gresik, Dwi Satriyo Annurogo mengaku, terobosan ini berhasil mengantarkan Petrokimia Gresik sebagai Grand Champion dalam ajang Pupuk Indonesia Quality Improvement (PIQI) 2022.

Baca Juga

“Dari hasil uji coba, pemanfaatan FABA sebagai pengganti clay dalam pembuatan pupuk NPK masih dalam batasan Standar Nasional Indonesia (SNI). Hasil pengaplikasian pupuknya pada tanaman padi juga memiliki kualitas yang sama baiknya dengan pupuk NPK tanpa FABA,” tutur Dwi Satriyo dalam keterangan, Rabu (5/10/2022).

Inovasi ini, lanjut Dwi Satriyo, dilatarbelakangi status FABA yang tidak lagi masuk dalam golongan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021. Petrokimia Gresik melihat perubahan status ini sebagai peluang untuk substitusi bahan baku NPK.

Bahan baku pembuatan pupuk NPK sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bahan baku utama (main material) yang membawa unsur hara seperti Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K) dan Sulfur (S). Serta bahan baku filler yang berfungsi sebagai bahan pelengkap sekaligus perekat untuk semua bahan baku agar menghasilkan produk granul yang sempurna.

Pada umumnya, bahan baku filler pada pupuk NPK menggunakan white clay yang biasanya diperoleh dari tambang bahan baku semen. Dengan memanfaatkan FABA yang sudah tersedia, Petrokimia Gresik tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk pembelian clay.

Selain itu, pemanfaatan FABA sebagai pengganti bahan baku filler NPK juga mampu menekan biaya pengelolaan limbah FABA dari yang sebelumnya mencapai Rp 269 juta/bulan menjadi nol rupiah atau turun 100 persen. Dampak positif lain dari inovasi ini yaitu, meningkatkan kualitas lingkungan karena limbah dapat termanfaatkan dengan optimal (zero waste). Selain itu juga mampu mengurangi nilai risiko gangguan kesehatan dan keselamatan, serta kenyamanan dalam bekerja menjadi lebih baik.

“FABA memiliki karakteristik dan kandungan yang sama dengan clay. Melalui inovasi ini tentu akan semakin meningkatkan competitiveness NPK yang kami produksi, sehingga manfaatnya juga dapat dirasakan oleh petani sebagai konsumen kami,” tutup Dwi Satriyo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement