Pemerintah Dikejar Waktu Lacak Jejak Kontak Pasien Corona
Pelacakan jejak kontak pasien adalah senjata utama pencegahan penularan corona.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berkejaran dengan waktu untuk melacak jejak kontak yang pernah dilakukan pasien positif corona (Covid-19). Tracing atau pelacakan, disebut sebagai senjata utama pemerintah untuk mencegah penularan Covid-19 semakin meluas.
Pelacakan berfungsi untuk mendata siapapun yang pernah melakukan kontak dengan seluruh pasien positif Covid-19 dan memastikan mereka dalam kondisi sehat. Bila ada gejala ke arah penyakit tersebut, maka tindakan medis segera dilakukan.
"Tracing menjadi penting karena kebanyakan masuk itu, karena kebanyakan ini menular dekat," ujar Juru Bicara Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto di Kantor Presiden, Selasa (11/3).
Pelacakan, ujar Yuri, juga bertujuan agar siapapun pihak yang berada dalam jejak kontak dan diketahui menunjukkan gejala Covid-19 bisa segera diisolasi. Tindakan ini dilakukan demi menghentikan penyebaran virus tersebut.
"Kalau tidak begitu, dia akan menjadi sebaran masyarakat sekitar situ. Yang kita kejar betul tracing. Lebih baik dengan cara tidak terbuka karena nanti kabur (pasien terduga Covid-19)," jelas Yuri.
Selain pelacakan, pemerintah juga memperketat pengawasan di pintu masuk kedatangan internasional. Pemeriksaan dilakukan dengan mengecek suhu tubuh setiap penumpang dan pengisian Health Alert Card.
"Ini menjadi penting karena banyak sekali yang masuk dalam keadaan gejala yang minimal," jelasnya.
In Picture: Pencegahan Penyebaran Virus Corona Covid-19
Pada hari ini, Yuri mengumumkan tambahan jumlah kasus positif corona, sehingga tercatat total 27 orang positif Covid-19. "Kemarin kita sudah mengumumkan pasien kode 01-19, dan ada penambahan delapan pasien," kata Yuri.
Yurianto memerinci kode pasien yang terkonfirmasi positif yaitu pasien kasus 20, perempuan berusia 70 tahun, WNI, bagian dari tracing subklaster Jakarta, Pasien kasus 21, perempuan, 47 tahun, WNI, bagian dari tracing subklaster Jakarta, lalu pasien kasus 22, perempuan, 36 tahun, WNI, imported case (terkena di luar negeri).
"Pasien 23, perempuan, 73 tahun, WNI, imported case, kondisinya saat ini sedang menggunakan ventilator karena faktor komorbid cukup banyak kondisi stabil," ungkap Yuri.
Selanjutnya, pasien kasus 24, laki-laki, 46 tahun, WNI, imported case. Pasien kasus 25, perempuan, 53 tahun, WNA, imported case, saat ini dalam kondisi stabil. Selanjutnya, pasien kasus 26, laki-laki, 46 tahun, WNA, stabil, juga imported case.
"Pasien kasus 27, laki-laki, 33 tahun, WNI, kondisi stabil, kami menduga ini local transmission yang sedang kami tracing, bukan impor dan belum jelas bagian dan klaster yang lain," ungkap Yurianto.
Pekan lalu, Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk melakukan pelacakan pada orang-orang atau tempat yang mengalami kontak dekat atau closed contact dengan penderita positif corona. Namun, Direktur Utama RSPI Sulianti Saroso Mohammad Syahril berharap penelusuran atau pelacakan itu tak dilakukan secara berlebihan. Sehingga, pelacakan itu tidak membuat masyarakat merasa tidak nyaman.
"Sekali lagi tolong jangan juga berlebihan tracing itu ya. Jangan pakai police line segala macam, membuat masyarakat tidak nyaman. Takut kita membuat suasana enak lah ya," kata Syahril di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta Utara, Kamis (5/3).