Negara Kaya Kucurkan Triliunan Dolar Atasi Pandemi Corona
Negara kaya siapkan langkah-langkah yang lebih mahal untuk atasi pandemi corona
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Negara-negara kaya menyiapkan langkah-langkah yang lebih mahal untuk mengatasi pandemi global virus corona. Virus ini telah menginfeksi ratusan ribu orang dan memicu batasan yang tidak pernah terjadi sejak Perang Dunia II.
Virus yang menyerang pernapasan ini sangat mudah menular. Berasal dari China, kini Covid-19 sudah menginfeksi lebih dari 196 ribu jiwa. Pemerintah-pemerintah di seluruh dunia mulai menerapkan langkah-langkah keras untuk menghentikan pergerakan publik, menunda pertandingan olahraga, dan pertemuan keagamaan. Tujuan utamanya memang menghindari kematian yang kini sudah mencapai 7.800 orang.
Namun di sisi lain pemerintah negara-negara maju juga fokus untuk mencegah agar virus ini tidak menghancurkan perekonomian global. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang memimpin perekonomian terbesar di dunia ingin menyuntikkan 1 triliun Dolar AS ke pasar.
Trump ingin memberikan uang tunai ke warga Amerika dalam dua pekan setelah Covid 19 menginfeksi lebih dari 5.700 dan menewaskan lebih dari 100 orang warga AS. Maskapai adalah salah satu industri yang paling terdampak pandemi ini. Perusahaan-perusahaan penerbangan AS mencari setidaknya 50 miliar dolar bantuan dan pinjaman agar mereka tetap bisa bertahan di saat jumlah penumpang menurun drastis.
Inggris sudah meminta warganya menghindari pub, klub, restoran, bioskop, dan teater. Mereka mengungkapkan telah menyiapkan paket untuk bisnis yang terancam bankrut senilai 330 miliar Poundsterling atau 400 miliar dolar AS.
Pengamat anggaran Inggris mengatakan skala pinjaman tahun ini mungkin jumlahnya sama dengan utang yang diambil selama perang melawan Nazi Jerman tahun 1939 sampai 1945. "Sekarang bukan saatnya merasa jijik dengan sektor pinjaman publik," kata kepala Kantor Pertanggungjawaban Anggaran yang memberikan analisis independen keuangan publik di Inggris, Robert Chote kepada Parlemen.
Inggris cukup serius menanggapi krisis Covid-19. Gereja Inggris menghentikan sementara misa mereka. Ratu Elizabeth dipindahkan dari Buckingham Place ke Windsor Castle, tempat ia dan adiknya Putri Margaret tinggal selama London diserang dalam Perang Dunia II.
Prancis menggenjot 45 miliar Euro atau 50 miliar Dolar AS untuk mengatasi krisis ekonomi yang disebab pandemi Covid-19. Anggaran tersebut digunakan untuk membantu perusahaan dan pekerja yang produksinya diperkirakan kontraksi satu persen tahun ini.
"Saya selalu mempertahankan kekakuan keuangan di masa damai sehingga Prancis tidak perlu berhemat di masa perang," kata Menteri Anggaran Prancis Gerald Darmanin seperti dikutip surat kabar ekonomi Les Echos.
Uni Eropa melonggarkan peraturan mereka dengan mengizinkan perusahaan menerima pinjaman pemerintah hingga 500 ribu Euro atau mendapat jaminan pinjaman bank untuk memastikan likuiditas. Walaupun melimpahnya dana yang dijanjikan, namun pasar saham dunia dan harga minyak tidak dapat melepaskan mimpi buruk Covid-19. Senin (16/3) lalu Wall Street mengalami penurunan terburuk sejak krisis tahun 1987.
Filipina menjadi negara pertama yang menutup pasar saham. Saham perusahaan penerbangan dan pariwisata Eropa yang kini menjadi episentrum pandemi turun tujuh persen.
Demi membantu perekonomian, berbagai bank sentral di seluruh dunia sudah memotong suku bunga. Para investor khawatir bank mungkin telah menggunakan amunisi kebijakan itu terlalu awal sebelum krisis kesehatan global berhasil diatasi.
Para ekonom memperkirakan krisis keuangan yang mirip dengan krisis tahun 2008 ada di depan mata. Walaupun mereka memprediksi krisis keuangan akan segera berakhir setelah pandemi berlalu.