Ekspor Coconut Charcoal Melonjak di Tengah Pendemi Covid-19

Potensi kelapa Indonesia sebagai produsen nomer satu dunia perlu dimanfaatkan.

Kementan
Ekspor Coconut Charcoal Melonjak di Tengah Pendemi Covid-19.
Red: Budi Raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ditengah pandemi Covid-19, Kementerian Pertanian konsisten menggenjot produksi dan ekspor komoditas perkebunan, khususnya produk turunan kelapa seperti coconut charcoal. Langkah ini dalam rangka akselerasi Gerakan Peningkatan Ekspor 3 kali lipat (Gratieks) hingga tahun 2024.

“Coconut charcoal banyak dimanfaatkan selain untuk bahan obat dan farmasi, juga digunakan sebagai bahan bakar shisha atau hookah atau rokok arab di Kawasan timur tengah, sedangkan di Kawasan Eropa digunakan sebagai bahan bakar BBQ atau barbaque,” kata Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Kasdi Subagyono.

Kasdi menambahkan, potensi kelapa Indonesia sebagai produsen nomer satu dunia perlu dimanfaatkan. Caranya dengan memperkuat hilirisasi dalam menghasilkan produk-produk turunan kelapa yang dapat memberikan nilai tambah langsung ke petani serta memperluas akses pasarnya.

Sebagaimana data BPS yang diolah Ditjen Perkebunan tahun 2019 bahwa ekspor arang kelapa Indonesia termasuk di dalamnya coconut charcoal sebesar 188,05 ribu ton dengan nilai ekspor mencapai 145,09 juta dolar AS. “Produk arang kelapa Indonesia paling banyak diekspor ke Cina, Brazil, Jerman, Lebanon, Malaysia, Belanda, Rusia, Saudi Arabia, Srilangka dan Vietnam,” tambahnya.

Salah satu pelaku usaha atau industri pengolahan coconut charcoal, PT Tom Cococha Indonesia yang berlokasi di Tujurhalang, Bogor. Pada Maret hingga April 2020, perusahaan tetap berproduksi untuk memenuhi permintaan pasar Eropa dan Timur Tengah.

Saat ini menurut Asep Jembar Mulyana, Direktur Utama PT Tom Cococha Indonesia, pasokan bahan baku masih lancar dan sebagian besar didapat dari petani kelapa di daerah Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. “Bahan baku terus dikirim dengan jumlah 2-3 truk per hari untuk memenuhi order ekspor beberapa bulan kedepan. Sejauh ini volume ekspor mencapai 500 ton per bulan dan akan ditingkatkan menjadi 1.000 ton per bulan,” katanya.

Selanjutnya, diketahui dari Asep Jembar, pada 6 April 2020 dilakukan stuffing container ekspor ke Belgia dengan volume 18 ton. Pada 7 April 2020 dilakukan stuffing untuk pasar ekspor Irak dan sejumlah negara di Eropa dengan volume sebesar 45 ton. Sedangkan pada 8 April 2020 dilakukan stuffing container ekspor ke Valencia, Spanyol, seberat 18 ton.

Kasdi mengatakan kebutuhan arang kelapa atau briket sangat prospektif dan berpotensi dilakukannya perluasan pasar. Dikarenakan sampai saat ini produk briket dunia terutama BBQ masih dikuasai arang kayu.

"Negara-negara maju yang merupakan konsumen terbesar akan produk ini sadar betul berapa besar kerusakan hutan atau pohon-pohon yang ditebang untuk keperluan arang briket. Sehingga kedepan, potensi Coconut Charcoal ini dapat menjadi produk substitusi dari arang kayu yang dimana tidak merusak alam dan aman lingkungan,” kata Kasdi menjelaskan.

Kasdi menyatakan perlunya memperluas akses pasar untuk ekspor arang kelapa dan produk turunan kelapa lainnya dengan nilai tambah yang tinggi tetapi belum banyak di kembangkan di Indonesia. Contohnya VCO, Dessicated Coconut, sabut kelapa, asap cair, isotonic water, CCO dan minyak goreng kelapa.

"Selama ini Indonesia lebih banyak mengekspor mentah atau setengah jadi seperti kopra, kemudian proses nilai tambah dilakukan negara lain," kata Kasdi.


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler