MUI Ungkap Hukum Islam soal Penerbitan HGB dan SHM Pagar Laut

MUI menanggapi penerbitan HGB dan SHM pagar laut.

Republika/Edwin Putranto
Personil TNI AL bersama warga membongkar pagar laut di Perairan Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (18/1/2025). TNI Angkatan Laut bersama dengan nelayan membongkar pagar laut misterius sepanjang 30,16 km di Kabupaten Tangerang, secara manual. Pembongkaran pagar laut dipimpin langsung oleh Komandan Pangkalan Utama AL (Danlantamal) III Jakarta Brigadir Jenderal (Mar) Harry Indarto.
Rep: Muhyiddin / Noor Alfian Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Muncul fakta baru terkait pemasangan pagar laut di wilayah perairan Tangerang. Ternyata, di lautan yang dipagari itu sudah terbit sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM). Pemerintah melalui Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan penerbitan dua sertifikat itu ilegal.

“Saya perlu sampaikan kalau di dasar laut itu tidak boleh ada sertifikat. Jadi, (sertifikat yang mencakup wilayah laut) itu sudah jelas ilegal. Artinya, pemagaran ini dilakukan tujuannya agar tanahnya itu semakin naik. Semakin lama, semakin naik, semakin naik,” kata Trenggono saat jumpa pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/1/2025), setelah menghadap Presiden Prabowo Subianto.

Pendapat menteri KKP itu serupa dengan  Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis. Kiai Cholil menjelaskan, dalam Islam harta itu ada yang milik pribadi, ada yang milik umum, dan ada yang milik negara. Maka, kata dia, harta yang menjadi milik umum dan negara itu harus tunduk pada peraturan negara. 

"Maka laut sebagai milik umum yg dikuasai oleh negara harus tunduk pada hukum negara. Maka haram hukumnya mencaplok laut dengan bikin HGB yang melanggar aturan," ujar Kiai Cholil saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (21/1/2025). 

Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini pun meminta agar pihak penegak hukum mengungkap siapa yang terlibat dalam kasus ini, termasuk oknum pejabat. Karena itu, menurut dia, penerbitan HGB tersebut telah melanggar hukum. 

"Menurut keputusan MK, HGB di atas lair laut itu melanggar hukum, maka harus diusut. Kita harus melindungi laut sebagai kepentingan umum," kata Kiai Cholil 

Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid mengungkapkan bahwa ada 263 SHGB pagar laut di perairan Tangerang merupakan milik perusahaan hingga perorangan. 

Nusron menambahkan, sertifikat HGB atas nama PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang, atas nama PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang, dan atas nama perorangan sebanyak sembilan bidang.

Kuasa Hukum Agung Sedayu Group Muannas Alaidid, mengatakan bahwa tidak semua dari pagar laut 30 km adalah SHGB milik PIK 2. Menurutnya isu tersebut hampir sama seperti semua PIK 2 adalah proyek strategis nasional (PSN). 

"Terkait isu bidang SHGB PT dan SHM di Pagar laut 30 Km itu, ini mirip dgn isu PSN, dimana dinarasikan bahwa semua PIK 2 ada PSN. Isu ini lalu dibawa ke pagar laut bahwa semua pagar laut sepanjang 30 Km adalah SHGB PIK, itu tidak benar, karena ada SHM warga lain sesuai keterangan BPN," kata Muannas ketika dihubungi Republika, Selasa (21/1/2025) 

Pihaknya juga mengatakan bahwa SHGB yang dimiliki pihak PIK sudah melalui prosedur yang ada. Namun, ia tak menyebutkan secara gamblang SHGB tersebut atas nama PT apa.

"Bahwa SHGB yang ada di atas itu semua terbit sudah sesuai proses dan prosedurnya. Kita beli dari rakyat semula SHM dan dibalik nama resmi bayar pajak dan ada SK surat izin Lokasi/PKKPR semua lengkap," katanya. 

Disinggung apakah SHGB tersebut telah dimiliki oleh PT Cahaya Intan Sentosa (PT CIS) yang terafiliasi ASG, ia meminta awak media untuk mengeceknya di AHU secara langsung. "Kalo itu silahkan aja di cek di AHU kan bisa diakses. (Penegasan punya CIS) yang lain saya belum tahu," katanya. 

Di sisi lain, pihaknya juga menyoroti terkait pernyataan menteri ATR BPN Nusron Wahid yang memerintahkan jajarannya untuk investigasi persoalan SHGB dan SHM di Desa Kohod berkoordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG). Koordinasi tersebut menurutnya untuk mengecek bahwa baik surat SHGB dan SHM berdiri di garis pantai atau di luar. 

"Perhatikan ucapan pernyataan menteri ATR BPN kemarin yang memerintahkan Dirjen SPPN untuk berkordinasi dan mengecek dengan badan Lembaga Informasi Geospasial mengenai garis pantai desa kohod apakah sertifkat HGB dan SHM berada didalam garis pantai atau diluar," katanya. 

"Karena setelah dicek terdapat dokumen pengajuan sertifikat yang diterbitkan tahun 1982, dimana batas pantai tahun tahun 1982 sampai pantai tahun 2024," katanya menambahkan. 

Setelah itu, pihaknya pun mengatakan bahwa lahan SHGB dan SHM yang terkavling di sekitar kawasan pagar bambu di desa Kohod apabila dicocokan secara google earth menunjukkan bukan laut. Melainkan lahan bekas tambak atau sawah yang terabrasi. 

"Kemudian cocokan dengan google earth yg SHGB dan SHM yang terkavling di sekitar pagar bambu, semua jelas menunjukkan bukan laut yang disertifikatkan, tapi lahan warga yang terabrasi lalu dialihkan sudah menjadi SHGB PT dan beberapa SHM diantaranya milik warga yg hari ini di soal," katanya. 

"Dimana masalahnya kalo SHGB dan SHM terbit itu adalah lahan milik warga awalnya berupa tambak atau sawah yang terabrasi tapi belum musnah sebab masih diketahui batas-batasnya dalam posisi terkavling yang kemudian sudah dialihkan menjadi SHGB PT," katanya mengakhiri.

Baca Juga



Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pagar Laut - (Infografis Republika)

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler