Khaulah Binti Tsa’labah, Doa yang Menembus Langit Ketujuh
Khaulah Binti Tsa’labah adalah seorang sahabat Nabi SAW.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fasih gaya bicaranya. Indah bahasanya. Begitulah sejarah Islam mencatat figur seorang Muslimah bernama Khulah binti Tsa’labah bin Ashram bin Fihr bin Ghanam bin Auf.
Khaulah merupakan salah seorang sahabat Nabi SAW yang terbilang istimewa. Betapa tidak? Pengaduannya kepada Rasulullah SAW mampu menembus langit ketujuh.
Khaulah menikah dengan Aus bin Shamit bin Qais. Suaminya termasuk orang yang ikut dalam perang Badar dan Uhud serta perang lainnya. Suatu hari keduanya berselisih. Hingga terucaplah kata-kata penuh kemarahan dari mulut suaminya.
Aus berkata, "Engkau bagiku seperti punggung ibuku." Lantas, suaminya itu pergi meninggalkan rumah.
Tak lama kemudian, Aus pun kembali. Ia lalu berniat menggauli Khaulah. Akan tetapi, perempuan itu berupaya untuk tak memenuhi keinginan suami yang telah melakukan zihar atasnya.
Khaulah menolak bukan tanpa sebab. Ia ingin mengatahui bagaimana hukum Allah yang berkaitan dengan masalah yang baru terjadi di dalam sejarah Islam itu.
"Sekali-kali jangan dulu. Demi Zat yang jiwa Khaulah ada dalam kekuasaan-Nya. Janganlah engkau sekali-kali menyentuhku, sebab engkau telah mengatakan apa yang engkau katakan tadi. Tunggulah sampai Allah dan Rasul-Nya menghukumi persoalan ini," tutur Khaulah sembari meninggalkan Aus.
Keputusan
Khaulah lalu menemui Rasulullah SAW dan duduk di hadapannya. Khaulah menceritakan perlakukan suaminya. Ia bermaksud menanyakan hukum yang sebenarnya.
Kala itu, Rasulullah bersabda, "Aku tidak akan memerintahkan sesuatu dalam persoalanmu… Aku tidak mengetahui persoalanmu, kecuali bahwa engkau telah haram untuknya."
Khaulah lalu menjelaskan risiko yang akan menimpa diri dan anaknya jika harus berpisah dengan suaminya. Namun, jawaban Rasulullah SAW tetap sama.
Perempuan itu pun berdoa dengan menengadahkan tangannya ke langit. Dalam dadanya, berkecamuk perasaan sedih dan duka. "Ya Allah," kata Khaulah, "sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu, sebab belum ada ayat yang Engkau turunkan berkaitan dengan masalah yang kuhadapi ini." Begitu ia berdoa sembari meneteskan air mata.
Tatkala hendak pergi meninggalkan Rasullah SAW, utusan Allah SWT itu mengalami sesuatu yang biasa dialaminya kala menerima wahyu. Setelah itu, Nabi SAW bersabda, "Wahai Khaulah, Allah telah menurunkan wahyu mengenai dirimu dan suamimu."
Beliau lalu membacakan surah Al Mujaadilah ayat 1-4. Artinya, "Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar tanya jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Orang-orang yang men-zihar istrinya di antara kamu (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
Orang-orang yang men-zihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, mereka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami-istri itu bercampur.
Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah; bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih."(QS. Al-Mujaadilah, 58:1-4).
Kebijakan Rasul
Setelah menerima wahyu itu, Rasulullah SAW bersabda, "Suruhlah suamimu membebaskan seorang budak."
Khaulah menjawab, "Demi Allah, wahai Rasulullah, ia tidak mempunyai biaya untuk membebaskan budak."
Nabi SAW bersabda, "Suruhlah ia berpuasa dua bulan berturut-turut."
Khaulah berkata lagi, "Demi Allah, sesungguhnya dia seorang tua renta yang tidak berdaya."
Nabi SAW bersabda, "Suruhlah dia memberi makan 60 orang miskin dengan kurma."
"Wahai, Rasulullah, dia tidak mempunyai makanan sebanyak itu." kata Khaulah lagi.
Maka Rasulullah SAW bersabda, "Kami akan membantumu dengan serangkai kurma."
Dengan penuh gembira, Khaulah berkata, "Wahai Rasulullah, aku akan membantunya dengan serangkai kurma lagi."
"Engkau berbuat benar dan baik. Pergilah dan sedekahkan kurma itu baginya, kemudian perlakukan putra pamanmu dengan baik. Maka aku pun melakukannya.’’
Kisah hidup Khaulah mengandung pelajaran tentang kerukunan hidup suami istri dan keikutsertaan dalam memperbaiki perpecahan dan pemeliharaan hubungan kerabat serta ketuaan usia antara suami istri. Doanya yang tulus disertai dengan keimanan yang kokoh telah mampu menembus langit ketujuh dan langsung didengar Sang Khalik.