DPR Nilai Perppu Penanganan Covid-19 tak Perlu Ada
Pemerintah dibekali Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 dalam menanggulangi pandemi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPR Masinton Pasaribu mengkritik Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undangan (Perppu) 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19. Menurutnya, Perppu tersebut sesungguhnya tak perlu ada.
Sebab dalam penanggulangan bencana, dalam hal ini pandemi virus Covid-19, pemerintah dibekali Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. UU tersebut dinilainya dapat menjadi payung hukum dalam situasi saat ini.
"Atau sebagai payung hukum dalam mengatasi pandemi ada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Masyarakat, serta Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular," ujar Masinton saat dikonfirmasi, Rabu (22/4).
Ia turut mempertanyakan maksud dikeluarkannya Perppu 1/2020. Karena di dalamnya lebih banyak berisi penanggulangan kebijakan keuangan negara, bukan pandemi virus Covid-19.
"Ini ruang abu-abu para penumpang gelap bermain melalui regulasi dengan menyisipkan agenda dan kepentingannya memanfaatkan situasi pandemi," ujar Masinton.
Jikalau tujuan dikeluarkannya Perppu ini adalah upaya pemerintah mengatasi lambatnya pertumbuhan ekonomi, ada cara lain yang dapat diupayakan. Salah satunya merevisi Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Alasan ini (pelambatan ekonomi) tidak perlu menerbitkan Perppu, bisa dengan merevisi Undang-Undang APBN," ujar Masinton.
Di sisi lain, Wakil Ketua MPR Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan menilai, sebaiknya DPR menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undangan (Perppu) 1 Tahun 2020. Sebab, hal itu dinilai berpotensi melanggar konstitusi.
"Berpotensi melanggar Konstitusi, menarik fungsi anggaran dari DPR RI ke Presiden," ujar Syarief.
Selain itu, Perppu 1/2020 ini menggabungkan kebijakan fiskal dan moneter sekaligus ke tangan eksekutif. "Dan batasan defisit anggaran 3 persen itu yang tidak jelas dan tidak transparan," ujar Syarief.