Pertanyaan tentang Mualaf untuk Buya Hamka

Buya Hamka menjawab pertanyaan tentang mualaf.

Dok Republika
Pertanyaan tentang Mualaf untuk Buya Hamka. Foto: Buya Hamka (Berpeci dan berkacamata) dalam buku Doktrin Islam yang Menimbulkan Kemerdekaan dan Keberanian (1983).
Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam buku Hamka Menjawab Soal-Soal Islam, ada satu pertanyaan dari seorang guru mengaji di Ambon, Maluku. Guru mengaji itu menanyakan apakah wajib seorang mualaf:

a. Dimandikan. Mana yang lebih dahulu, mandi atau syahadat?
b. Jika mandi, apakah badannya digosok dengan air bercampur tanah? Tayamum?
c. Mencukur rambutnya bila mau mandi?

Menurut sang guru ngaji, pertanyaan itu perlu diajukan mengingat dia yang suka mengunjungi pelosok-pelosok di desa terpencil Maluku. Dan, jawaban dari Buya Hamka akan disebarkan ke masyarakat secara langsung.

Mendapat pertanyaan itu, Buya Hamka menjawab bahwa seorang mualaf tidak perlu dimandikan. Biar dia mandi sendiri.

Karena, kalau dimandikan artinya meniru agama lain yang membaptiskan orang yang baru masuk agama lain tersebut. Dalam ajaran Islam biarkan mualaf mandi sendiri.

Yang menyuruh mandi adalah Nabi Muhammad sendiri. Dalam sebuah hadist disebutkan:

"Telah meriwayatkan Qais bin Ashim, "Aku telah datang kepada Rasulullah SAW menyatakan ingin masuk Islam. Maka disuruhnyalah aku mandi dengan air campur dengan daun sidr (daun harum). (HR Abu Dawud dan Nasa'i)

Lalu, diajak supaya dia bersunat (Berkhitan). Ini sesuai sabda Nabi:

"Berkhitan itu bagi laki-laki ialah menuruti jejak Nabi dan bagi perempuan adalah suatu kemuliaan." (Dirawikan oleh Khallat dari Syaddad bin Aus).

Menurut Buya Hamka, soal berkhitan, sebaiknya diatur supaya terlebih dahulu berkhitan. Selesai berkhitan lalu disuruh mandi (Yaitu setelah sembuh berkhitan). Baru kemudian dia disuruh mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan beberapa saksi. Dengan demikian, selesailah pengislamannya.

Soal air untuk mandi yang dicampur tanah, Buya Hamka mengatakan tidak ada satu pun keterangan bahwa badannya mesti digosok dengan air bercampur tanah. Tegasnya tidaklah yang semacam ajaran Islam. Tidak dari Alquran atau dari hadits dan tidak pula keterangan ulama. 

Soal mencukur, Buya Hamka menjawab tidak perlu. Kewajiban bercukur dalam agama atau bergunting hanya setelah selesai Sa'i pada saat mengerjakan umroh atau tahalul awal pada selesai melontar jumrah awabah saat haji. Atau, tahalul tsani kalau tidak didahulukan tawaf ifadah.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler