Waketum MUI Kritik Sikap DPR Terkait Perppu Covid-19

Muhyiddin juga mengapresiasi partai di DPR yang bersikap menolak draf Omnibus Law.

Republika/Prayogi
Wakil Ketua Umum MUI KH Muhyiddin Junaidi didampingi pimpinan MUI saat memimpin pertemuan dengan pimpinan ormas Islam tingkat pusat di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Kamis (12/3).
Rep: Umar Mukhtar/Rizky Suryarandika Red: Muhammad Fakhruddin

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi mengkritik pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 menjadi undang-undang. Perppu Covid-19 ini berkaitan dengan kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi corona.


"Pengesahan Perppu Nomor 1 2020 itu sesungguhnya telah membabat habis dan mengebiri wewenang DPR sebagai wakil rakyat. Kini giginya sudah ompong bagaikan singa tua. Ia hanya kelihatan gagah dan menakutkan tapi sudah powerless," kata dia dalam keterangan tertulis kepada Republika.co.id, Jumat (15/5).

Menurut Muhyiddin, sebetulnya sekarang rakyat kehilangan kepercayaan padanya. Siapapun tentu menghawatirkan munculnya pemerintahan tanpa pengawasan. "Kebijakan pemerintah akan sangat otoriter dan tak bisa dikendalikan," ujar dia.

Muhyiddin menilai, kebijakan amburadul dan sewenang-wenang terbukti sangat menyengsarakan rakyat dan menciptakan frustasi massal. "Demo-demo rakyat dengan skala apapun tak lagi direspons karena DPR sudah terkooptasi dan aspirasi rakyat mandeg," ucap dia.

Muhyiddin juga mengapresiasi partai di DPR yang bersikap menolak tegas draf Omnibus Law. Walaupun dimarjinalkan di DPR, sikap tersebut justru mendapatkan simpati dan dukungan luas dari masyarakat cinta keadilan dan penegakan hukum.

"Memang perjuangan untuk menegakkan kebenaran dan nahyi munkar membutuhkan pengorbanan dan keberanian. Hanya mereka yang punya hati nurani dan istiqomah bersama penderitaan rakyatlah yang bisa melawan arus dan poros kemunafikan," katanya.

Diketahui, (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang diresmikan DPR sebagai UU mengatur tentang kebijakan keuangan dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi corona. Bentuknya diantaranya bantuan sosial, stimulus ekonomi untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan koperasi, serta antisipasi terhadap sistem keuangan.

Ada sejumlah pasal yang bermasalah dalam UU tersebut. Pertama, substansi Pasal 27 menghilangkan pengawasan konstitusional oleh DPR. Sehingga membuat lembaga yudisial pun tidak bisa menyidangkan perkara mengenai penyimpangan yang bisa saja dilakukan pejabat publik dalam penanganan Covid-19.

Pasal tersebut juga memberikan imunitas atau kekebalan hukum kepada pejabat negara. Tindakan atau keputusan yang diambil berdasarkan UU penanganan Covid-19 itu tidak bisa dijadikan objek gugatan. Kemudian, pasal 28 meniadakan keterlibatan DPR dalam pembuatan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Perubahan APBN 2020 hanya diatur melalui peraturan presiden (Perpres).

Sejumlah kalangan yang mendukung Perppu 1/2020 menilai Perppu itu mempercepat upaya pemerintah membantu rakyat yang terkena dampak wabah Covid-19. Dengan pengesahan ini, penanganan wabah Covid-19 dan dampaknya dipandang akan menjadi lebih cepat dan maksimal.

Selanjutnya, pemerintah akan segera mengesahkan dan mengundangkan ketentuan hukum tersebut. Saat ini, pemerintah sedang fokus pada upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19, pemerintah pun mengharapkan kerja sama dan dukungan dari masyarakat luas.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler