WHO Dituding Gagal Soal Data Corona dan Korbankan Nyawa
Menkes AS menyebut WHO gagal dapatkan data virus corona sehingga mengorbankan nyawa
REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Menteri Kesehatan dan Layanan Masyarakat Amerika Serikat (AS) Alex Azar mengatakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) gagal mendapatkan informasi yang dibutuhkan dunia untuk menghadapi virus corona. Azar mengatakan 'kegagalan itu mengorbankan nyawa'.
Hal ini ia sampaikan dalam Majelis Kesehatan Dunia (WHA) yang merupakan pertemuan 194 perwakilan negara anggota WHO di Swiss. WHA tahun ini menjadi WHA tersingkat karena kegiatan yang biasanya digelar satu pekan kali ini hanya berlangsung selama dua hari.
Azar mengatakan AS menjadi negara pertama yang meluncurkan uji coba vaksin corona terhadap manusia. Ia juga melaporkan hasil positif uji coba terapi klinis. "Kesuksesan ini dan cara yang transparan yang kami bagikan akan bermanfaat bagi seluruh dunia," kata Azar seperti dikutip Anadolu Agency, Selasa (19/5).
Azar mengatakan WHO juga harus beroperasi secara transparan. Ia menegaskan AS mendukung semua peninjauan independen terhadap respons WHO pada pandemi virus corona. "Dalam upaya nyata menyembunyikan wabah ini, setidaknya satu negara anggota mengolok-olok kewajiban transparansi mereka, dengan biaya yang harus ditanggung seluruh dunia," kata Azar.
"Kami melihat WHO gagal dalam misi utama berbagi informasi dan transparasi ketika negara anggota tidak melakukan tindakan baik, ini tidak bisa terjadi lagi," tambahnya.
Menteri kesehatan AS itu menegaskan WHO harus segera berubah dan menjadi 'lebih transparan dan bertanggung jawab'. Pada 15 April lalu Presiden AS Donald Trump mengatakan AS menahan dana ke WHO karena organisasi itu terlalu pro-China.
Azar juga mengatakan Taiwan harus berpartisipasi sebagai pengawas di WHA. Menurutnya perspektif pulau yang efektif mengatasi pandemi itu akan membantu.
"Pada 2016 WHO melarang Taiwan berpartisipasi, hanya beberapa bulan setelah Taiwan menggelar pemilihan umum yang adil dan bebas, 23 juta warga Taiwan yang sehat harusnya tidak boleh dikorbankan untuk mengirim pesan politik," kata Azar.
Langkah itu tampaknya akan ditentang China yang menganggap Taiwan salah satu wilayahnya walaupun pulau itu tidak pernah sepakat menjadi bagian dari China.