Kematian Akibat Covid-19 AS Capai Rekor Tertinggi di Dunia

Kematian akibat Covid-19 di AS telah menembus 100 ribu.

Ashlee Rezin Garcia/Chicago Sun-Times via AP
Dokter dan perawat mengelilingi pasien yang terpapar Covid-19 di Roseland Community Hospital, Chicago, Amerika Serikat, Selasa (28/4).
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Jumlah kematian akibat virus corona jenis baru atau Covid-19 di Amerika Serikat (AS) telah melampaui 100 ribu pada Rabu (27/5). Hal itu membuat AS menjadi negara pertama yang mencapai tonggak sejarah dengan jumlah kematian tertinggi di dunia.

Baca Juga


Amerika Serikat tetap berada di posisi puncak sebagai negara dengan jumlah kasus infeksi Covid-19 tertinggi yakni mencapai lebih dari 1,69 juta, dengan 100.047 kematian. Meski jumlah terus merangkak naik, Presiden Donald Trump tetap bersikukuh untuk membuka kembali aktivitas ekonomi di seluruh negara bagian.

Trump belum memberikan komentar terkait meningkatkan jumlah kematian akibat Covid-19 di AS. Trump justru menyerang Twitter yang memberlakukan sensor terhadap cicitannya. Beberapa bulan lalu, Trump menganggap remeh virus corona dan menyamakannya dengan flu. Dia menepis kekhawatiran bahwa virus tersebut dapat menyebabkan angka kematian yang tinggi di AS. Sejumlah ilmuwan terkemuka telah memperingatkan bahwa jumlah kematian bisa mencapai 240 ribu.

Pakar penyakit menular, Anthony Fauci mengeluarkan peringatan keras setelah dia melihat video kerumunan orang di sebuah pesta biliar di Missouri selama akhir pekan. Mereka berkumpul di ruang publik tanpa mengenakan masker dan tidak menjaga jarak.

"Kami memiliki situasi di mana Anda melihat kerumunan seperti itu tanpa masker dan orang-orang berinteraksi. Itu tidak bijaksana dan itu mengundang situasi yang bisa lepas kendali," ujar Fauci dalam sebuah wawancara dengan CNN.

Sementara itu, pakar kesehatan masyarakat memperingatkan, jumlah kematian akibat virus corona di AS dapat meningkat lebih tinggi. Associate Director Kebijakan Kesehatan Global di Kaiser Family Foundation, Josh Michaud mengatakan, saat ini dunia masih menghadapi gelombang pertama pandemi virus corona. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan gelombang kedua pandemi tersebut akan datang ketika musim gugur.

"Di AS kita bisa melihat ketika musim panas pandemi menjadi melambat. Namun, ada kekhawatiran gelombang infeksi baru akan muncul pada musim gugur," ujar Michaud dilansir Aljazirah.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler